logo Kompas.id
OpiniImbal Hasil Obligasi Negara
Iklan

Imbal Hasil Obligasi Negara

Banyak faktor yang menentukan besaran ”yield” obligasi suatu negara sehingga tidak tepat jika kita menyalahkan harga obligasi hanya dengan membandingkan ”yield” berdasarkan informasi rating.

Oleh
Handy Yunianto
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/b4GGvWbrc3YeFfVcvQlJT5zKLgY=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F10%2Fd62c0ac3-87ab-4069-8ec3-643379fccac4_jpg.jpg
Kompas/Priyombodo

Penawaran investasi Obligasi Negara Ritel seri ORI 016 dari laman Kementerian Keuangan, di Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Sering kali pengamat mengatakan, biaya Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia mahal karena imbal hasil yang ditawarkan tinggi dibandingkan negara berkembang lain. Bahkan, ada yang menuding pemerintah ”main mata” dengan para manajer investasi. Benarkah demikian?

Mungkin pengamat itu lupa atau tak melihat fakta lainnya bahwa imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun ditransaksikan di level 0,54 persen, sedangkan Jepang yang peringkat (rating)-nya jauh di bawahnya, yield obligasinya laku di 0,02 persen. Apakah ini berarti US Treasury, instrumen paling likuid di dunia, juga salah pricing? Apakah ada ”main mata” antara Pemerintah AS dan para investornya?

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan