logo Kompas.id
›
Opini›Ketahanan Industri Nikel
Iklan

Ketahanan Industri Nikel

Indonesia menyumbang 40 persen total ekspor dunia logam nikel dalam bentuk feronikel. Namun, potensi dan keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia belum menjamin industri nikel bisa tumbuh di Tanah Air.

Oleh
Raden Sukhyar
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/1eCvV2jzJaqEHo3mET0MHvwQCD8=/1024x497/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F02%2F20190225_101517_1551168279-e1551168353646.jpg
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA

Tampak depan area pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter berbasis nikel milik PT Virtue Dragon Nickel Industry di Konawe, Sulawesi Tenggara, Senin (25/2/2019).

Nikel kini menjadi perhatian dunia karena perannya sebagai bahan baku utama baterai untuk kendaraan listrik. Baja tahan karat saat ini menempati 70 persen pemanfaatan nikel dunia.

Indonesia memiliki sumber daya nikel terbesar di dunia, sekitar 27 persen dari total dunia. Bijih nikel juga mengandung logam kobalt (Co)—yang bersama nikel menjadi bahan baku baterai—dan skandium (Sc), bahan baku industri berteknologi tinggi (high tech).

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan