logo Kompas.id
OpiniTransportasi, AKB, Realitas...
Iklan

Transportasi, AKB, Realitas Sosial

Covid-19 yang awalnya seperti penyakit kelas ”elite” karena menjangkiti warga yang berurusan dengan atau memiliki akses keluar negeri dan pergaulan urban kelas menengah atas kini telah menjadi penyakit yang ”merakyat”.

Oleh
Wihana Kirana Jaya
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/1w-V8YBdZBQpnzGKAHsMD9fBMyU=/1024x693/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2Fc4903355-56cf-4370-b73a-c4f90b0343f4_jpg.jpg
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA

Warga mengantre tanpa menerapkan jaga jarak fisik di moda bus Transjakarta, Halte Cawang UKI, Jakarta Timur, Senin (3/8/2020). Saat pandemi Covid-19, protokol kesehatan di transportasi umum kerap terbengkalai.

Perubahan sosial yang menyangkut norma/kebiasaan butuh waktu relatif lama atau bahkan jangka panjang. Hal ini sejalan dengan analisis 4 level institusional yang dikembangkan Profesor Williamson dari AS, co-recipient Nobel Ekonomi 2009 yang meninggal Mei lalu. Analisis Williamson ini pun sejalan dengan pemikiran Douglas C North, co-recipient Nobel Ekonomi 1993, dalam bukunya Institutional Change and Economic Performance (1990).

Implikasinya, pada tingkat komunitas, akulturasi new normal (adaptasi kebiasaan baru/AKB), memerlukan percepatan, pemantauan, sosialisasi, dan enforcement atau minimal persuasi secara terus-menerus. Pada tingkat korporasi, untuk penerbangan, misalnya, maskapai perlu mengembangkan manajemen proses bisnis berbasis protokol kesehatan untuk kualitas layanan yang nyaman, aman, dan meyakinkan bagi para penumpang, sesuai dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Perhubungan Udara No 13/2020.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan