logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊMas Kiai dan Suket Teki
Iklan

Mas Kiai dan Suket Teki

Pengasuh pondok bagaikan seorang penabur benih: ada benih yang jatuh di tepi jalan, ada di tanah berbatu, ada benih yang jatuh di semak berduri, dan ada benih yang jatuh di tanah yang subur.

Oleh
Trias Kuncahyono
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/JDAywoV2ht4M4oOWoW-8ZFI-0-Q=/1024x1140/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2Ftrias-kuncahyono-baru2012_1545311337.jpg
INDRO UNTUK KOMPAS

Trias Kuncahyono, wartawan Kompas 1988-2018

Kami pertama kali bertemu dan berkenalan pada tahun 1989, di Surabaya. Dunia jurnalistiklah yang mempertemukan kami berdua: sama-sama sebagai wartawan muda. Pertemuan itu biasa saja. Tidak ada yang istimewa, kecuali satu hal: ia anak seorang kiai dan cucu seorang kiai dari sebuah pesantren di Jawa Timur. Kiai adalah salah satu unsur utama dari pesantren, selain santri, masjid, pondok, dan kitab kuning.

Perkawanan itu berjalan biasa, sampai kami berpisah, berjauhan secara geografis. Waktu terus berjalan dan menampung segala peristiwa sejarah. Sejarah dicatat dalam buku, tetapi sejarah tidak ditampung di dalam buku, melainkan di dalam waktu. Waktu membentuk sejarah. Waktu dan kejadian-kejadian yang berada di dalam kelangsungan proses waktu membentuk keseluruhan sejarah. Banyak terjadi peristiwa dalam perjalanan hidup kami yang menjadi bagian sejarah kami masing-masing.

Editor:
prasetyoeko
Bagikan