logo Kompas.id
OpiniMudik di Tengah Wabah Covid-19
Iklan

Mudik di Tengah Wabah Covid-19

Pendekatan berpusat komunitas (community-centered) harus menyertai penanganan berpusat pasien (patient-centered), tidak cukup dengan wacana ”Anda tinggal di rumah buat kami, saat kami bekerja untuk Anda”.

Oleh
Hari Kusnanto
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/mUkJJ7UqMGWmwj07-1OQhjsE8hI=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F498453c3-9331-4333-8c0f-24852e69e2f3_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Para perantau memasuki Terminal Pasar Lembang, Kota Tangerang, Banten, untuk berburu tiket bus pulang ke kampung halaman, Sabtu (28/3/2020).

Mudik di tengah menyebarnya Covid-19 tidak dianjurkan, tetapi aliran mudik kali ini sulit dibendung. Pengalaman krisis ekonomi 1998, mereka yang kehilangan pekerjaan di kota-kota besar memilih berjuang di daerah, khususnya di desa, untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kegiatan ekonomi di kota sudah sangat melambat, masyarakat tidak mampu lagi menyiasati penghidupan mereka jika tetap bertahan di daerah perkotaan.

Masalahnya menjadi tidak sederhana ketika mudik dikhawatirkan membawa gelombang baru penularan virus korona kepada penduduk yang tidak memiliki kekebalan. Pada saat ini, lebih dari 70 persen kasus-kasus Covid-19 yang dilaporkan berasal dari Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, sementara tujuan mudik berada di luar wilayah-wilayah wabah tersebut.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan