logo Kompas.id
OpiniHubungan Kesetaraan...
Iklan

Hubungan Kesetaraan Indonesia-Belanda

Kunjungan Raja dan Ratu Belanda disertai empat menteri dan 130 pengusaha itu jelas penting. Indonesia dapat banyak belajar dari Belanda misalnya, soal pengelolaan air sehingga tak sekadar membiarkannya  “antre\'\' ke got.

Oleh
Asvi Warman Adam
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Fi334Gl0T-wYjLY6CKa-idHr6is=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F1d0e516d-f8e9-4c34-83db-f7f928ab0cf3_jpg.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Anak-anak bersiap menyambut kedatangan Raja Belanda Willem-Alexander bersama Ratu Maxima meninjau pasukan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020). Ini merupakan lawatan pertama Raja Willem ke Indonesia setelah beliau mewarisi takhta dari Ratu Beatrix pada 2013.

Selama sekitar 150 tahun hubungan pemerintah Belanda dengan Indonesia adalah hubungan antara penjajah dengan terjajah. Setelah Indonesia merdeka, hubungan itu merupakan hubungan dua negara dan bangsa yang setara. Dua konsep itu (penjajahan dan kemerdekaan) ini yang perlu dipahami dalam menyikapi perkembangan kontemporer.

Dengan perspektif kesetaraan ini kita akan melihat persoalan sejarah lebih proporsional. Ada aspek-aspek yang tak bisa disatukan dalam sejarah hubungan kedua negara seperti tanggal kemerdekaan.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan