Dualisme Persulit Jalan Damai
Sungguh memprihatinkan mengamati situasi di Afghanistan saat ini. Di tengah berbagai upaya merajut perdamaian di negara itu, Pemerintah Afghanistan terbelah.
Pada akhir Februari lalu, dunia disuguhi tunas harapan akan terwujudnya perdamaian di Afghanistan. Berlokasi di Doha, Qatar, tempat Taliban memiliki kantor perwakilan, Amerika Serikat menandatangani kesepakatan dengan Taliban pada 29 Februari. Meski tak otomatis perdamaian itu tercipta—bahkan hanya berselang empat hari kemudian meletus kembali kekerasan oleh Taliban ataupun militer AS—momentum bersejarah di Doha itu diharapkan bisa membuka jalan bagi langkah lanjutan guna meretas jalan damai di Afghanistan.
Hal tersebut pun sudah masuk dalam peta jalan (road map) setelah penandatanganan kesepakatan AS-Taliban bahwa berikutnya akan digelar perundingan intra-Afghanistan dengan melibatkan para pemain utama politik, tokoh-tokoh lokal ataupun provinsi, para pemimpin masyarakat sipil dari berbagai kelompok, faksi, dan golongan di seluruh tingkatan. Jika semua elemen itu bisa duduk bersama, memusyawarahkan kondisi dan situasi negara mereka, lalu bersama-sama mencari jalan keluar dari semua kekacauan, setidaknya ada harapan bakal terwujud perdamaian di negeri Afghanistan.