logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊIroni Daerah Kepulauan
Iklan

Ironi Daerah Kepulauan

Kehendak besar untuk maju dan ekonomi tumbuh berkelanjutan sukar diraih tanpa menjadikan laut dan daerah kepulauan motor pembangkit kegiatan perekonomian.

Oleh
Suwidi Tono
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/j1_5iF05UvhAUFrL1_uRzlhPnYE=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2F9cf81071-327a-464f-ad75-a5e353ce5eff_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Penandatangan Kesepakatan Bersama 13 Institusi dalam Pengawasan, Pengamanan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Laut Natuna Utara di Kantor Bakamla Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Sejak Deklarasi Djuanda 1957, Indonesia telah meneguhkan dan dapat pengakuan internasional sebagai archipelago state (negara kepulauan) dari United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Verifikasi United Nations Conferences on the Standardization of Geographical Names di New York, 2017, menetapkan Indonesia resmi memiliki 16.056 pulau. Garis pantai RI sepanjang 99.093 kilometer persegi, luas daratan 2,012 juta kilometer persegi, luas lautan 5,80 juta kilometer persegi di mana 2,7 juta kilometer persegi di antaranya termasuk dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE).

Perjuangan panjang para pendahulu dalam menegaskan konsepsi negara kepulauan ironisnya belum mengejawantah dalam tata kelola internal di daerah-daerah kepulauan dengan karakteristik wilayah lautan lebih luas daripada daratan dan di dalamnya terdapat pulau-pulau yang membentuk gugusan pulau sehingga menjadi kesatuan geografis dan sosial budaya. Bahkan tak ada satu pun UU atau peraturan yang mengatur dan mendefinisikan kekhususan daerah kepulauan.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan