logo Kompas.id
β€Ί
Opiniβ€ΊMendamba Pusat Kesenian...
Iklan

Mendamba Pusat Kesenian Nasional

Indonesia perlu pusat kesenian. Itu jelas, jika dipahami bahwa selayaknya suatu negara berbudaya memiliki setidaknya satu kompleks pusat kesenian berskala nasional bahkan internasional.

Oleh
Ashadi Siregar
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/rZOqu-y45QbW4624fzKLu7pBgZM=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2Fdcee551b-2a03-48c0-b0ec-5e44a56d031b_jpg.jpg
KOMPAS/RIZA FATHONI

Aktivitas pembangunan proyek revitalisasi kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta Pusat, Senin (25/11/2019). Proyek revitalisasi TIM yang digagas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tersebut mendapat penolakan dari sejumlah pelaku seni yang ada di Jakarta, karena adanya rencana pembangunan hotel mewah di pusat kesenian ibukota itu.

Dengan menyandang sebutan daerah khusus ibu kota (DKI), kendati dikepalai gubernur, Jakarta tak sekadar wilayah provinsi. Selaku ibu kota negara tentu membawa konsekuensi yang berimbas ke antero negeri, melampaui lingkup kota metropolitan itu. Karena itu, dimensi kegiatan yang berlangsung layak jadi perhatian se-Nusantara.

Jadi, kalau ada penduduk setempat berseru agar orang di luar Jakarta tak usah usil mengomentari apa yang terjadi di sini, agaknya tidak menghayati atribut keibukotaan negara. Atau boleh pula lebih dipersempit, yang bukan turunan (genetik?) Betawi tidak berhak membahas Jakarta?

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan