logo Kompas.id
OpiniNegara ”Bukan-bukan” dan...
Iklan

Negara ”Bukan-bukan” dan Kebebasan Beragama

Menghadapi pluralitas agama di Indonesia, diperlukan kemauan dan komitmen etis-politik yang kuat dari para pemangku kekuasaan untuk menciptakan persaudaraan antarwarga negara berbasis nilai.

Oleh
Paulinus Yan Olla MSF
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/h_YdpdNrg1WvB4MQ0sqHQLcYHJE=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F10%2Ffb279816-50be-4489-99ae-ca9accaf27b0_jpg.jpg
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO

Para santri berjalan mengenakan kostum yang seolah menunjukkan mereka sedang digendong Presiden Ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, dalam penyelenggaraan Garebek Santri 2019, di Jalan Malioboro, Yogyakarta, Minggu (13/10/2019). Garebek itu untuk menyambut Hari Santri Nasional yang akan digelar pada 22 Oktober 2019.

Wacana tentang keanekaragaman dalam hidup beragama selalu menarik sekaligus menantang, apalagi jika menyentuh isu kebebasan beragama dan hak asasi manusia.

Alissa Wahid menggaungkan kembali jargon populer mendiang Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mantan pemimpin bangsa ini, tentang relasi antara negara dan agama. Indonesia dalam relasi itu disebut ”negara bukan-bukan” karena di satu pihak bukan negara teokratis, tetapi di pihak lain juga bukan negara sekuler yang antiagama.

Editor:
yohaneskrisnawan
Bagikan