logo Kompas.id
›
Opini›Banalitas "Politik Satwa"
Iklan

Banalitas "Politik Satwa"

Oleh
Asep Salahudin Wakil Rektor IAILM Pesantren Suryalaya Tasikmalaya; Staf Ahli BPIP
· 1 menit baca

Akhir-akhir ini dua ekor satwa yang paling dominan hidup meramaikan  media sosial adalah \'kecebong\' dan \'kampret\'. Merambah dari satu linimasa ke linimasa lain. Menjalar, merayap dan menyergap  dari satu dinding ("wall") ke dinding lain. Bergerombol tak ubahnya sehimpunan serigala lapar di grup WhatsApp, dan mereka yang berbeda bersiaplah dimangsa.

https://cdn-assetd.kompas.id/p3RhEu3t9LeLlUXAcWBWMQcKm4o=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F07%2Fantarafoto-presiden-hadiri-rembuk-nasional-aktivis-98-wpa-070718-wpa-7-4.jpg
ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (kanan) dan aktivis \'98 mengepalkan tangan ketika menutup rembuk nasional aktivis \'98 di JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Sabtu (7/7). Rembuk nasional aktivis \'98 yang diikuti puluhan ribu peserta tersebut presiden mengimbau untuk menjaga persatuan dan kesatuan, terlebih menjelang perhelatan Pilpres 2019 yang membuat masyarakat dapat dengan mudah terpecah belah karena perbedaan sikap politik. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pd/18

Biasanya dua binatang itu dihidupkan dalam satu tarikan napas penuh makian.  Melambangkan sebuah umpatan narasi kebencian. Hubungan keduanya nyaris  sudah berhadap-hadapan. Seolah tidak ada titik temu yang mampu menyatukan. Politik disikapi sebagai kalah dan menang, benar salah, setan dan Tuhan, poros Mekkah dan Beijing.

Editor:
Bagikan