Menembus ”Kalabendu”
Momen kalabendu memiriskan akal budi kita secara berganda. Pertama, ia menghunjamkan kita ke waktu siklis, bukan ke waktu progresif. Ia menjejalkan alam kehidupan di mana keadaban dilumat oleh kekuatan-kekuatan antitesisnya. Tak lagi berfungsi agregasi koheren dari produk akal budi manusia di ranah individual maupun publik. Di dalam kalabendu, kebenaran jadi serba terjungkir,
Dalam artikel ini, ”kalabendu” kita pakai sebagai metafor bagi kumulasi terkini dari kompleks lima negativitas.
Kelima negativitas, yaitu kala kebenaran dilihat sebagai sudah milik masa lampau (post-truth); kala ”politik” tak lagi jadi ajang upaya kemaslahatan dalam keberagaman (eksklusivisme identitas); kala patokan-patokan akal-budi di ranah publik dicampakkan (pencemoohan political correctness); kala peradaban sedunia dibaca sebagai sudah terkungkung VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity) dan kala telah berlaku apa yang disebut Barry R Posen (2018) ”the rise of illiberal hegemony” (mengacu pada perilaku politik liar korosif dari Donald Trump).