logo Kompas.id
›
Opini›Kita Butuh Nyepi
Iklan

Kita Butuh Nyepi

Oleh
I Wayan Westa, Pekerja Kebudayaan, Tinggal di Denpasar
· 1 menit baca

Nyepi menjenguk kita kembali, satu perayaan tahun baru Saka yang tak dirayakan dengan ingar-bingar.  Tak ada kembang api dan suara terompet, tak ada tepuk tangan, tak ada pesta jalanan  dengan suara gemuruh. Sungguh antiklimaks dari riuh keseharian  sepanjang tahun.

https://cdn-assetd.kompas.id/P82hMHlBqIzrbXqSFFp2JXL0V4I=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F03%2F520921_getattachmentfeafda56-a477-4cc6-bb61-55e0ddfd5c25512305.jpg
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Menjelang hari raya Nyepi pada Sabtu (17/3), umat Hindu menjalankan upacara Melasti, atau penyucian diri dan alam semesta, menuju ke laut, danau, atau sumber air lainnya kemudian mengadakan persembahyangan. Masyarakat dari sejumlah desa adat di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, Rabu (14/3), menggelar prosesi Melasti dengan mengarak joli, atau jempana berisikan benda-benda pusaka dan sakral, ke Pantai Petitenget, Kuta, Badung.Kompas/Cokorda Yudistira (COK)14-03-2018

Dan Nyepi menjadi semacam drama kesunyian di mana kegaduhan dipulangkan ke dalam hening. Dan kita  kemudian menyepakati; Nyepi adalah cara ampuh menge-nol-kan diri. Ke titik inilah  semua drama hidup dikembalikan: dari nol menuju nol, dari sunyi menuju sunyi.

Editor:
Bagikan