Kelindan Harapan Petani Merauke di Tengah Pasokan Pupuk yang Melimpah
Kendati kebutuhan pupuk tercukupi, petani Merauke, Papua Selatan, dibelit beragam masalah dalam mendorong produktivitas.
Sebagai wilayah paling timur Indonesia, kebutuhan akan pupuk bersubsidi di wilayah Merauke, Papua Selatan, bisa dibilang terpenuhi dengan baik. Namun, di tengah kecukupan pasokan pupuk bersubsidi ini, ada sejumlah harapan petani di balik kelindan masalah yang membuat serapan pupuk masih rendah.
Saat ini, sebagian besar distrik-distrik atau setara kecamatan yang menjadi sentra pertanian padi di Merauke telah memasuki musim tanam kedua atau musim gadu. Petani juga sudah bersiap memupuk lanjutan di musim tanam yang dimulai pada kurun April-Mei 2024 tersebut.
Senin (22/7/2024) sore, sejumlah petani di Kampung Semangga Jaya, Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, menengok hamparan padi yang kian menguning dan merunduk. Padi di tiga hektar sawah milik Yahmin (60), misalnya, akan memasuki masa panen dalam hitungan hari.
Baca juga: Penebusan Dipermudah, Optimalkan Serapan Pupuk Bersubsidi
Akan tetapi, di balik antusiasme menjelang panen musim ini, Yahmin masih dibayang-bayangi musibah padi ambruk di musim tanam sebelumnya. Selain ambruk, tanamannya juga diserang hama wereng coklat. Serangan organisme pengganggu tanaman ini menambah dalam dukanya.
”Padi banyak ambruk dan terserang hama. Kami sudah tidak sempat memanen karena masa panennya bertepatan dengan Lebaran sehingga karyawan (pengusaha alat mesin pertanian) masih libur. Padi terlanjut ambruk,” tutur Yahmin.
Saat itu, hasil panen Yahmin turun hingga 50 persen. Jika biasanya ia bisa mendapatkan beras hingga lebih dari 2 ton per hektar, pada musim lalu kurang dari 1 ton per hektar.
Baca juga: Kementan: Alokasi Pupuk Bersubsidi 2024 di Bawah Kebutuhan
Musibah itu membuat petani kembali berhitung dalam menebus pupuk untuk musim tanam selanjutnya. Demikian pula dengan Yahmin yang sempat menahan diri saat akan menebus pupuk bersubsidi. Saat itu, ia hanya bisa menebus sekitar 70 persen dari alokasi.
”Kami harus tahan diri beli pupuk. Padahal, pasokannya melimpah, tetapi banyak petani yang mengeluh tidak ada uang,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Sukarmin (64), petani dari Semangga, yang mengalami nasib serupa. Kegagalan panen memukul petani di daerah yang mengandalkan sistem pertanian tadah hujan ini.
Perekonomian petani ini belum sepenuhnya membaik setelah kegagalan panen yang terjadi dalam tiga tahun terakhir.
Apalagi, lanjut Sukarmin, ekonomi petani belum sepenuhnya membaik setelah berulang gagal panen, tiga tahun terakhir. Selama periode tersebut, banyak padi terserang penyakit tungro dan membuat hasil panen di bawah 40 persen potensinya.
”Pupuk sangat melimpah dan begitu mudah didapat, (tetapi) serapan pupuk kurang. Pemerintah harus tahu kondisi di lapangan. Petani gagal panen dalam empat tahun terakhir. Petani merugi cukup luar biasa,” tutur Sukarmin.
Baca juga: ”Drone” dan Bibit Tebu Impor di ”Food Estate” Merauke
Intervensi pacu produktivitas
Dengan kegagalan yang berulang, Sukarmin meyakini perhatian pemerintah diperlukan, terutama untuk mengintervensi guna mendorong memacu produktivitas. Salah satu intervensi itu antara lain melalui pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang memadai.
Selama ini, kata Sukarmin, petani kerap harus mengantre alsintan pascapanen, seperti alat panen otomatis atau combine harvester. Keterbatasan alat membuat warga tidak bisa panen tepat waktu. Akibatnya, kejadian padi ambruk tidak bisa dihindarkan.
Menurut dia, kendati sudah ada beberapa alsintan yang bisa disewa, jumlahnya belum bisa memenuhi kebutuhan secara maksimal. Di Semangga Jaya, misalnya, alsintan yang ada tidak bisa mengakomodasi kebutuhan petani yang tersebar di 21 kelompok tani. Setiap kelompok tani beranggotakan 30-50 petani yang masing-masing menggarap 2-3 hektar lahan.
Baca juga: Berbenah Problem Klasik Penyaluran Pupuk
Selain itu, Sukarmin berharap ada penambahan jumlah mesin pengering gabah. Selama ini, masa panen pada periode April-Mei di Merauke kerap bertepatan dengan musim hujan. Gabah yang basah membuat kualitas beras turun.
”Beberapa alsintannya ada, tetapi belum maksimal. Combine (harvester) yang bisa menggarap 50-80 hektar dalam semusim, misalnya, idealnya perlu 10-15 unit di kampung ini agar pascapanen bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.
Selain alsintan, tak sedikit petani yang berharap penambahan jumlah pupuk subsidi jenis lain. Windu Kristiono (47), petani asal Kampung Yasa Mulya, Distrik Tanah Miring, mengungkapkan, ada sejumlah pupuk yang dibutuhkan petani guna memaksimalkan pertumbuhan padi. Namun, jenis pupuk tersebut tidak masuk dalam jenis pupuk yang disubsidi pemerintah.
”Pupuk SP-36 masih dibutuhkan petani, tetapi sekarang sudah tidak disubsidi. Harganya cukup tinggi. Pada kondisi tanah di lahan kami, butuh (pupuk jenis) ini sebagai sumber unsur hara dan menguatkan akar,” kata Windu.
Pangan berkelanjutan
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi dalam kunjungan di wilayah Papua pada 23-26 Juli 2024 banyak berjumpa dan berdiskusi dengan petani serta pemangku kepentingan dalam rantai pasok pupuk bersubsidi. Ia meyakini distribusi pupuk berjalan dengan baik.
Sebagai entitas yang melakukan pengadaan dan pendistribusian pupuk bersubsidi, Rahmad melihat pemangku kepentingan bekerja maksimal di wilayah paling timur Indonesia ini. Saat ini, distribusi di Papua dilakukan melalui lima distributor serta 108 kios yang langsung menyalurkan pupuk ke petani.
Baca juga: Menimbang Kembali Sejumlah Kebijakan Pupuk Subsidi
Rahmad menyaksikan, di Merauke, penebusan pupuk di kios-kios sesuai regulasi. Penggunaan kartu tani membantu penyaluran pupuk secara transparan. Bahkan, di beberapa daerah sebagian petani telah menggunakan digitalisasi dengan i-pubers, aplikasi sistem digital terintegrasi dalam penyaluran pupuk yang dikembangkan Pupuk Indonesia.
Kendati demikian, ia tidak memungkiri serapan pupuk bersubsidi masih rendah. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Secara keseluruhan, per Juli 2024, alokasi pupuk bersubsidi di Kabupaten Merauke mencapai 23.025 ton. Sebelumnya, alokasinya 11.425 ton. Adapun serapan pupuknya mencapai 5.556 ton atau sebesar 24,1 persen, atau 48,7 persen sebelum ada penambahan alokasi.
Akan tetapi, menurut Rahmad, yang perlu jadi perhatian adalah mendorong produktivitas pertanian sehingga serapan pupuk bisa maksimal. Dengan demikian, pertanian yang berkelanjutan dalam misi menuju ketahanan pangan diharapkan terwujud.
Di sisi lain, Rahmad meyakini, sistem pertanian tidak sesuai kaidah yang tidak diterapkan para petani di Merauke turut memengaruhi produktivitas pertanian. Sebagian besar petani di Merauke masih menggunakan sistem tanam tabur benih langsung yang memiliki berbagai dampak yang kurang baik.
”Dampaknya cukup banyak, hama menjadi cukup banyak, produktivitas tidak tinggi, hingga memungkinkan penggunaan pestisida menjadi berlebih,” ujar Rahmad.
Selain itu, ada temuan yang berkaitan dengan perlakuan petani yang kurang tepat dalam bertani. Dalam kunjungan ini, Pupuk Indonesia juga menghadirkan tenaga agronomis untuk mengecek kondisi tanah di sejumlah daerah potensial pertanian di Merauke. Hasilnya, secara umum, tanah di wilayah Merauke memiliki keasaman (pH) sekitar 5,5 atau tergolong agak masam.
Dengan kondisi seperti ini, tanah menjadi tidak produktif. Pupuk Indonesia menganjurkan perlakuan tanah secara kolektif, yakni dengan penambahan pupuk serta penambahan jenis pupuk lain untuk meningkatkan unsur hara. Pupuk Indonesia juga menyediakan jenis pupuk pemacu unsur fosfat, yakni SP-26, yang memiliki harga lebih terjangkau dari jenis SP-36.
Selain itu, dengan perlakuan pemupukan yang tidak tepat sasaran, Pupuk Indonesia menyarankan perlunya pemberian pupuk organik di lokasi lahan potensial pertanian di Merauke.
”Kondisi kesuburan tanah sudah tidak sebagus yang dibayangkan. Maka, kami sarankan kepala dinas terkait untuk mengajukan alokasi (pupuk organik bersubsidi). Sekarang dimungkinkan, setiap empat bulan sekali pengalokasian diperbarui,” ujarnya.
Baca juga: Ratusan Daerah Terancam Terlambat Dapatkan Pupuk Subsidi Tahap Kedua
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Merauke Josefa Rumaseuw menyampaikan, pemerintah berkomitmen memacu produktivitas pertanian dalam menuju misi ketahanan pangan.
Pemerintah daerah juga menyiapkan terobosan untuk mengatasi penebusan pupuk ketika situasi kritis terjadi. Salah satunya dengan pelibatan badan usaha milik kampung untuk memberikan skema penebusan kepada para petani yang dibiayai melalui dana kampung.
Adapun dengan adanya program nasional optimalisasi lahan, pemerintah secara berkala menghadirkan teknologi pertanian yang semakin mutakhir. Hal ini dilakukan dengan pengadaan bibit unggul, pengadaan alsintan sebelum dan setelah panen, serta perbaikan jaringan-jaringan pengairan.
”Pemerintah telah mengalokasikan 313 alsintan untuk optimalisasi lahan. Angkanya saat ini belum ideal sehingga dalam mekanisme pemanfaatannya bisa digunakan secara bersama dengan pengajuan kepada unit pelaksana teknis di setiap kampung,” ujarnya.
Berbagai langkah dan inovasi terus dihadirkan oleh pemerintah dalam memacu produktivitas pertanian untuk menuju ketahanan pangan. Di sisi lain, petani berharap perhatian diberikan secara berkelanjutan untuk menjawab berbagai kelindan masalah yang ada.