BUDAYA
Mengenang Prajurit Perempuan Mangkunegaran dengan Tari Bedhaya
Prajurit perempuan menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan Pangeran Samber Nyawa, pendiri Pura Mangkunegaran di Surakarta, Jawa Tengah. Kisah mereka diabadikan dalam tari bedhaya karya Mangkunegara X.
![Tujuh penari perempuan mementaskan Tari Bedhaya Ladrang Mangungkung pada acara Literasi Buku <i>Samber Nyawa</i>, Sabtu (2/12/2023), di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah.](https://assetd.kompas.id/pRCPG1y2gSbz3jDxxXSc1SP1m4A=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F02%2Fd9bb5c38-621b-4b70-87d7-8bf3f81e0375_jpg.jpg)
Tujuh penari perempuan mementaskan Tari Bedhaya Ladrang Mangungkung pada acara Literasi Buku Samber Nyawa, Sabtu (2/12/2023), di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah.
Dengan langkah pelan, tujuh penari perempuan memasuki Pendopo Ageng Pura Mangkunegaran. Diiringi lantunan gamelan, mereka berjalan dengan kepala tegak dan pandangan lurus ke depan. Sementara itu, telapak tangan kanan mereka membentuk posisi ngithing atau nyekithing yang mempertemukan ujung jari tengah dengan ibu jari.
Setelah beberapa langkah, tubuh mereka menunduk. Perjalanan hingga ke tengah pendopo pun dilanjutkan dengan jalan jongkok. Sesudah itu, mereka membawakan rangkaian gerak yang pelan dan anggun, seperti umumnya tari tradisional Jawa.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 20 dengan judul "Mengenang Prajurit Perempuan Mangkunegaran dengan Tari Bedhaya".
Baca Epaper Kompas