logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊAir Minum Kemasan Galon di...
Iklan

Air Minum Kemasan Galon di Enam Daerah Terkontaminasi Bisphenol-A

Air minum kemasan galon berbahan polikarbonat tercemar Bisphenol-A atau BPA, zat kimia pengeras plastik, yang digunakan untuk memproduksi galon. Dibutuhkan pengawasan produk dan perbaikan sistem demi keamanan.

Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
Β· 1 menit baca
Warga membawa galon air untuk diisi ulang di Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/6/2022). Kandungan Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan BPA berbahaya bagi kesehatan dalam jangka panjang. Regulasi pelabelan BPA telah diserahkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Sekretariat Kabinet untuk pengesahan. Pelabelan tersebut adalah sebagian dari upaya perlindungan pemerintah atas kesehatan masyarakat.
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Warga membawa galon air untuk diisi ulang di Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/6/2022). Kandungan Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan BPA berbahaya bagi kesehatan dalam jangka panjang. Regulasi pelabelan BPA telah diserahkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Sekretariat Kabinet untuk pengesahan. Pelabelan tersebut adalah sebagian dari upaya perlindungan pemerintah atas kesehatan masyarakat.

MEDAN, KOMPAS β€” Balai Pengawas Obat dan Makanan menemukan kandungan Bisphenol-A atau BPAdalam air minum dalam kemasan polikarbonat di enam daerah melebihi ambang batas yang ditentukan, 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter, pada periode 2021-2022. Daerah itu adalah Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tengah. Di Medan, ditemukan kandungan BPA dalam air di galon 0,9 ppm per liter.

BPA adalah zat kimia pengeras plastik yang digunakan untuk memproduksi galon. Paparan berlebih terbukti menganggu sistem tubuh. BPA yang bekerja dengan mekanisme endocrine disruptor, khususnya hormon esterogen, sehingga berkorelasi pada gangguan sistem reproduksi dan sistem kardiovaskular, kanker, diabetes, obesitas, penyakit ginjal, serta gangguan perkembangan otak, khususnya tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan dan perbaikan sistem agar lebih 85 juta konsumen tidak terpapar penyakit degeneratif di masa depan.

Editor:
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Bagikan