logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊMului, Pemburu-Peramu yang...
Iklan

Mului, Pemburu-Peramu yang Tergerus Zaman

Sebanyak 82 persen lahan di calon ibu kota negara baru di Kalimantan Timur berupa perkebunan, pertambangan, dan lainnya. Lahan tersisa tak luput dari alih fungsi liar. Kehidupan sebagian masyarakat lokal pun terdesak.

Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO/SUCIPTO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/3FvSRMdufYy1Ky9O8g0zcAzzk8c=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F13a7b79c-0444-4e29-a8a6-1c22dae2ef18_jpg.jpg
KOMPAS/SUCIPTO

Seekor burung kangkareng hitam atau black hornbill, satwa yang dilindungi, hinggap di salah satu pohon di kampung yang ditinggali suku Dayak Paser Mului di Desa Swan Slotung, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Sabtu (13/3/2021). Di hutan adat yang dijaga Dayak Paser Mului, hidup berbagai satwa langka dan dilindungi.

Tradisi berburu dan meramu Dayak Paser Mului di Kalimantan Timur kian pudar. Pola konsumsi yang berubah dan beralihnya fungsi hutan memengaruhi dan mengancam hilangnya tradisi tersebut. Pola hidup masyarakat adat tersebut berpotensi bakal makin berubah karena dinamika pembangunan, termasuk rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke di Kalimantan Timur.

Perubahan pola hidup Dayak Paser Mului itu terlihat mencolok di meja makan. Saat sayur pakis yang diambil Jahan (53) di kaki Gunung Lumut kemudian dimasak dan dibumbui monosodium glutamate atau MSG. Ikan hasil memancing pun menemani sebagai lauk yang kuahnya juga dibumbui MSG.

Editor:
nelitriana
Bagikan