logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊAwam Surakarta Merawat Budaya
Iklan

Awam Surakarta Merawat Budaya

Kesenian tradisional di Surakarta ikut dilestarikan oleh orang-orang biasa yang tak melabeli diri sebagai seniman. Ibu-ibu belajar menari di sanggar, sementara anak-anak muda di kampung tekun bermain gamelan.

Oleh
HARIS FIRDAUS
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/w_4aRvY6PpDVFjCMsxyjDdBTERo=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F17432fa1-ca28-4ca0-b7b7-f617869b2a6e_jpg.jpg
KOMPAS/HARIS FIRDAUS

Tiga penari menampilkan Tari Pendet dalam pementasan di pendopo Sanggar Semarak Candrakirana di Kelurahan Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (15/3/2021) malam. Malam itu ada 14 penari yang tampil secara bergiliran dalam lima kelompok. Para penari itu bukanlah penari profesional, melainkan ibu-ibu yang belajar menari karena hobi dan kesenangan.

Sejak sebelum pandemi, saat sebagian orang mengisi sore dengan ngopi-ngopi cantik di kafe, sejumlah ibu dan muda-mudi di Surakarta berjibaku menekuni tradisi. Bukan seniman atau artis, para awam ini berkesenian demi keceriaan batin.

Tiga penari perempuan masuk ke panggung membawa bokor berisi bunga. Begitu sampai di tengah pentas, mereka memutar tubuh dan melakukan gerakan tolehan kepala, sambil mengikuti alunan musik Bali. Senyum terus menyungging dari wajah-wajah setengah tegang.

Editor:
Gregorius Magnus Finesso
Bagikan