logo Kompas.id
NusantaraSeandainya Boleh ke Gereja di ...
Iklan

Seandainya Boleh ke Gereja di Langowan biar Cuma Satu Jam…

Sejak Johann Gottlieb Schwarz tiba di Langowan, Minahasa, pada 1831, Natal menjadi perayaan suci nan meriah. Namun, tahun ini, umat belajar menghayati Natal dalam sepi dan kesederhanaan.

Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/gIrJY89St8ePXQ92s32wnh23Qhs=/1024x684/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2F755740ef-756f-4820-a8e3-44911c25fa59_jpg.jpg

Anak-anak bermain papan luncur di taman Cita Waya, Desa Amongena II, Langowan Timur, Minahasa, Sulawesi Utara, pada Kamis (24/12/2020). Suasana taman itu jelang Natal 2020 tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. Sejak Johann Gottlieb Schwarz tiba di Langowan, Minahasa, pada 1831, Natal menjadi perayaan suci nan meriah. Kelahiran Yesus Kristus dirayakan dengan bahagia dalam ibadah syukur dan pesta di setiap rumah. Namun, tahun ini, umat belajar menghayati Natal dalam sepi dan kesederhanaan.

Kayrosh Memah (11) menggerutu saat ditanya soal Natal. Siswa kelas 4 sekolah dasar itu merasa sudah banyak berkorban karena lebih dari satu semester tidak bisa masuk sekolah dan tak bertemu dengan teman-temannya. Kemeriahan perayaan ibadah Natal di gereja harus direnggut pula dari angannya.

Editor:
Ambrosius Harto Manumoyoso
Bagikan