REKONSTRUKSI PASCABENCANA
Jalan Lain Bagi Penyintas Bencana untuk Menggapai Hunian Tetap
Relokasi mandiri menjadi alternatif dari skema relokasi komunal bagi penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi di Kota Palu, Sulwesi Tengah.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2F69a11d5c-cb08-451c-8692-77645957c6c4_JPG.jpg)
Samsudin (46), penyintas tsunami, berdiri di hunian tetap atau rumah bermodel panggungnya di Kelurahan Mamboro Barat, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Kamis (26/11/2020). Ia bersama dengan sejumlah penyintas memilih relokasi tak jauh dari rumah lama di pinggir pantai Teluk Palu karena terkait dengan pekerjaan sebagai nelayan.
Penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi di Kota Palu, Sulawesi Tengah, memilih skema relokasi mandiri. Berbagai alasan menjadi dasarnya, mulai dari keterikatan ekonomi hingga sosial-budaya. Penanganan bencana perlu melihat dinamika yang berkembang di tengah penyintas.
Samsudin (46) duduk santai di kolong rumah panggungnya. Ia berbincang dengan dua anggota keluarga pada Kamis (26/11/2020) sore. Angin sepoi berembus membawa kesejukan. “Hawa di sini sejuk, tidak panas seperti di pantai. Ini tempat tinggal yang nyaman,” ujar Ketua RT 002 RW 01, Kelurahan Mamboro Barat, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulteng.