logo Kompas.id
›
Nusantara›Hidup Bersama Alam di Bawah...
Iklan

Hidup Bersama Alam di Bawah Kaki Robong Holo

Para penyintas banjir bandang di Sentani tahun 2019 lalu masih hidup di tengah ancaman bencana hidrometeorologi ketika cuaca ekstrem kembali terjadi. Upaya mitigasi bencana kini tengah dirintis.

Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/HLhXN2NuXteueg_YIrP6h5_pOik=/1024x497/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F20201113_092524_1605365626.jpg
KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA

Seorang warga duduk di teras rumah di kompleks BTN Nauli, Doyo, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua, Jumat (13/11/2020). Kompleks ini merupakan salah satu lokasi yang terdampak banjir bandang paling parah pada 16 Maret 2019 lalu.

Terjangan air dari  Robhong Holo, nama lokal bagi Cagar Alam Cycloop, menewaskan 105 orang yang bermukim di sembilan kelurahan di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Sabtu, 16 Maret 2019, malam. Kini, para penyintas musibah itu mencoba menjalani hidup dengan menyelaraskan diri di daerah rawan bencana tersebut.

Kompleks Perumahan BTN Nauli, Doyo, Distrik Waibu, termasuk salah satu daerah yang terdampak banjir bandang paling parah tahun lalu. Menyambangi kembali BTN Nauli pada Jumat (14/11/2020) lalu, kompleks itu tampak sepi. Di BTN Nauli kini hanya terdapat sekitar 30 keluarga yang bermukim di sana.

Editor:
nelitriana
Bagikan