logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊPertanian Tradisional di Pulau...
Iklan

Pertanian Tradisional di Pulau Kalimantan Terancam

Masyarakat adat Dayak makin termarjinalkan justru karena beragam program pemerintah. Salah satunya berladang dengan sistem gilir-balik yang tak lagi populer, bahkan dianggap mengancam.

Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/49q-JGdsktYLa-k5YJ2IDVif9Ac=/1024x576/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F01%2FDSC09769_1548074548.jpg
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Hardias Sway (50), warga Desa Kinipan, duduk di atas kayu yang sudah ditebang oleh perusahaan perkebunan sawit di lokasi yang mereka klaim sebagai wilayah kelola adat mereka di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Minggu (20/1/2019).

PALANGKARAYA, KOMPAS β€” Pertanian tradisional Dayak dengan sistem gilir-balik didesak berubah dengan begitu banyak program pemerintah, juga kebijakan. Padahal, sistem berladang Dayak dinilai sangat berkelanjutan dan bahkan merupakan bagian dari identitas kebudayaan yang perlu dijaga.

Hal itu terungkap dalam diskusi daring yang diselenggarakan Forum Masyarakat Adat Heart of Borneo (Forma-HOB), Sabtu (31/10/2020). Diskusi itu diikuti oleh perwakilan masyarakat adat Dayak dari seluruh Pulau Kalimantan, termasuk Sarawak dan Sabah, Malaysia.

Editor:
Mohamad Final Daeng
Bagikan