Soto Siti Silaturahmi
Budaya saling mengirimkan makanan khas kepada tetangga yang berbeda suku dan agama pada saat hari raya menumbuhkan persaudaraan dan toleransi pada bangsa Indonesia.
Setiap Lebaran tiba, di rumah selalu tersedia soto ayam Madura, lengkap dengan ketupat dari beras yang pulen. Menu ini kiriman keluarga Mas Pur, yang sedang merayakan Idul Fitri. Samar-samar dalam ingatanku, Mas Pur yang berpeci hitam mengetuk pintu rumah kami sembari berucap dalam logat Madura yang kental, ”Assalamualaikum….” Kami sekeluarga menjawabnya dengan, ”Waalaikumsalam….” Aku lihat ibu menerima rantang bersusun yang disodorkan Mas Pur. Pasti itu soto ayam Madura.
Ketika masih kanak-kanak, aku cuma mengenal masakan Bali. Selain lawar yang rasanya pedas asin, aku juga mengenal komoh, yang tampilannya mirip soto tetapi menggunakan daging babi. Komoh terbuat dari kaldu daging babi yang ditaburi base genep (bumbu lengkap) khas Bali. Terkadang juga diberi tulangan dan daun belimbing untuk memberi rasa sepat. Biasanya, seusai melakukan acara mebat (masak bersama), semua warga banjar ”hanya” disuguhi komoh dan lawar. Mereka tidak disuguhi gorengan daging atau menu-menu lain, seperti sate lilit. Lawar dan komoh telah menjadi bahasa universal bagi kami untuk terus mengukuhkan silaturahmi sosial di antara sesama warga banjar.