logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊMeretas Lingkaran...
Iklan

Meretas Lingkaran Ketertinggalan di Tanah Timor

Berbatasan dengan Timor Leste, Provinsi NTT memiliki beban ganda. Daerah ini bergulat dengan ketertinggalan dan di sisi lain kehadiran warga eks Timor Timur menambah tantangan sosial, ekonomi dan keamanan wilayah itu.

Oleh
Antonius Purwanto
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/YmIVmc-7wNAD0O45CuTiLYqe3Mk=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2F20-Tahun-Mengungsi_87581182_1582552592.jpg
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN

Kamp pengungsian di Desa Tuapukan, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (15/2/2020). Warga eks Timor Timur pro integrasi menempati kamp itu sejak 4 September 1999.

Pasca-pengumuman penentuan pendapat tahun 1999, wilayah Indonesia di Pulau Timor menjadi tempat penampungan pengungsi asal Timor Timur (Timtim). Saat itu, terdapat 15 kamp penampungan pengungsi yang tersebar di 14 kabupaten kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Rentang dua dekade kemudian, ribuan warga eks Timtim masih bermukim di sejumlah wilayah di NTT, seperti di Kabupaten Belu dan Kabupaten Kupang.

Sebagian besar dari mereka hidup dalam keterbatasan dan ketidakpastian. Salah satu persoalan sosial yang tak pernah terselesaikan, bahkan hingga hari ini, adalah kepastian hukum atas lahan pemukiman kembali (resettlement) yang mereka tempati, serta ketersediaan lahan untuk bertani. Ketiadaan akses terhadap lahan berhubungan erat dengan kemiskinan serta ketimpangan sosial.

Editor:
Bagikan