logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊRatusan Tahun Tatung Menjaga...
Iklan

Ratusan Tahun Tatung Menjaga Roh Akulturasi

Pesta Cap Go Meh di Singkawang, Kalimantan Barat, identik dengan parade tatung atau orang-orang yang diyakini telah dirasuki roh dewa atau leluhur. Akulturasi budaya Tionghoa dan Dayak mewujud dalam tatung itu.

Oleh
Emanuel Edi Saputra
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/FQKJJR2bwNJujjuy9kDr5yWTgg4=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2FCap-Go-Meh-Dan-Tatung_87071861_1581010048.jpg
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA

Gregorius Agung (29), salah satu tatung dari etnis Dayak, mempersiapkan perlengkapan untuk parade tatung, Rabu (5/2/2020). Ia akan mengikuti parade tatung pada Sabtu (8/2/2020) saat Festival Cap Go Meh di Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

Aroma asap dupa memenuhi ruangan di Cetiya Chau Liu Nyian Shai, Kota Singkawang, Rabu (5/2/2020) malam. Hendry Frans Wong (25), salah satu tatung yang kesehariannya menjadi tabib, sedang mengobati pasien. Hampir setiap hari ada orang yang berobat. Mengenakan rompi putih dengan aksen aksara China, Hendry menulis seuntai doa dalam aksara China di kertas kuning sebagai salah satu cara pengobatan.

”Saya tidak mematok biaya. Kalau ada yang mau memberi imbalan, seikhlasnya,” ujarnya. Ia menjadi tatung sejak usia tujuh tahun. Ayahnya dulu juga menjadi tatung. ”Kami dari 13 bersaudara, 12 di antaranya menjadi tatung. Menjadi tatung saya anggap sebagai garis hidup,” kata Hendry yang juga memiliki keterampilan menjahit busana tatung dan berprofesi sebagai tukang gigi.

Editor:
Bagikan