grafikota
Fenomena Migran Risen Jakarta
Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi menjadi tujuan utama para migran risen. Namun, data BPS menunjukkan, DKI Jakarta mengalami migran risen neto negatif.
Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi menjadi tujuan utama para migran risen. Namun, data BPS menunjukkan, DKI Jakarta mengalami migran risen neto negatif. Artinya, lebih banyak orang yang pergi daripada yang masuk DKI Jakarta dalam kurun waktu lima tahun belakangan. Data pada 2021 menunjukkan, 354.446 penduduk mendatangi Jakarta, sedangkan 866.424 penduduk pergi dari Jakarta. Ini berarti, DKI Jakarta mengalami migran neto negatif sebanyak 511.978. Angka ini terbesar dari semua provinsi di Indonesia.
Ada sejumlah faktor yang mungkin menjadi penyebab sebagian penduduk Jakarta memutuskan hengkang dari kota ini, antara lain kemacetan, kualitas lingkungan, dan faktor kerawanan sosial. Dari tahun ke tahun, rasio antara jumlah kendaraan bermotor dan luas jalan di DKI Jakarta terus bertambah, dari 0,4 pada 2018 menjadi 0,44 pada 2020. Lalu, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di DKI Jakarta juga masih jauh di bawah IKLH nasional. Rata-rata selisih IKLH DKI Jakarta dengan IKLH Indonesia adalah 24,96 dari kurun waktu 2016-2020 dengan kategori ”sedang”.
Meningkatnya kerawanan sosial juga bisa menjadi pendorong migran keluar. Dari nilai Indeks Potensi Kerawanan Sosial (IPKS), terpantau kondisi kerawanan sosial di Jakarta pada 2020 memburuk daripada tahun sebelumnya. Tercatat, nilai IPKS Ibu Kota naik dari 16,25 pada 2019 menjadi 18,98 pada 2020. Indeks kerawanan prasarana fisik menunjukkan kenaikan yang paling signifikan sebesar 10 poin dari 6,06 (2019) menjadi 16,10 (2020). Hal ini menunjukkan perburukan kondisi yang salah satunya dapat dilihat dari kian tingginya frekuensi banjir di Ibu Kota. (BRM/Litbang Kompas)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 12 dengan judul "Fenomena Migran Risen Jakarta".
Baca Epaper Kompas