logo Kompas.id
β€Ί
Metropolitanβ€ΊStrategi Darurat DKI yang...
Iklan

Strategi Darurat DKI yang Belum Atasi Kedaruratan Pandemi Ibu Kota

Pada masa PPKM darurat, Jakarta tembus 100.000 kasus aktif. Sejumlah langkah antisipasi dilakukan. Namun, langkah itu mendapat sorotan karena masih ada tunggakan pembayaran rumah sakit. Jumlah tenaga kesehatan pun minim

Oleh
Helena F Nababan
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/cuHEa5wVcGJvua9dwIXidv73u5Y=/1024x1024/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F07%2Fwisma-atlet7_1625195122.jpg
KOMPAS/KHAERUDIN

Pemeriksaan pertama terhadap pasien Covid-19 yang baru datang di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran Jakarta, Sabtu (12/6/2021). Saat pertama kali datang, pasien akan menjalani pemeriksaan saturasi oksigen, tes darah, jantung dan dirontgen dada untuk mengecek kondisi paru-parunya.

Saat 2 Juli 2021, Gubernur DKI Anies Baswedan memaparkan kenaikan kasus di Jakarta, ia menyebut bila di Ibu Kota sudah mencapai 100.000 kasus aktif, antisipasi skenario darurat perlu diterapkan. Saat ini, untuk menangani kondisi darurat di DKI, 140 rumah sakit sudah dioptimalkan untuk menangani Covid-19, demikian juga sejumlah lokasi isolasi terkendali di luar Rumah Sakit Darurat Covid-19 atau RSDC Wisma Atlet mulai dibuka.

Namun, strategi itu dinilai Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) DKI Jakarta Koesmedi Priharto kurang melihat permasalahan yang ada. ”Saat menambah rumah sakit untuk rujukan Covid-19 juga membuka lokasi isolasi mandiri, sumber daya manusia tenaga kesehatannya dari mana?” tanya Koesmedi saat dihubungi, Selasa (13/7/2021).

Editor:
nelitriana
Bagikan