logo Kompas.id
β€Ί
Metropolitanβ€ΊPendekatan yang Keliru...
Iklan

Pendekatan yang Keliru Menggagalkan Kampanye Kebiasaan Baru

Membangun kebiasaan baru harus dilakukan dengan pendekatan yang tepat. Tanpa teladan dari elite dan dialog yang cukup, kebiasaan baru hanya terwujud pada jargon.

Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/YUx7I5PVkzPBx7zEawQP3RI2D-4=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F01%2F245fc13a-b44f-4289-b0dc-fdd16b23d5f0_jpg.jpg
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Warga beraktivitas di depan deretan rumah semipermanen yang berdiri di pinggir rel kereta di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (28/1/2021).

JAKARTA, KOMPAS β€” Meski pandemi Covid-19 berlangsung hampir satu tahun, masih banyak warga yang belum terbiasa dengan kebiasaan baru. Kebiasaan untuk melindungi diri dari paparan virus itu belum menjadi kesadaran dalam kehidupan sehari-hari. Ahli dari lintas disiplin ilmu menyarankan pendekatan budaya kebiasaan baru benar-benar dapat terbentuk.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dalam laporan pemantauan kepatuhan protokol kesehatan secara nasional per 24 Januari 2021 menyebutkan 22,6 persen restoran, 18,9 persen permukiman, 12,5 persen jalan umum, 11,8 persen tempat olahraga publik, dan 7,1 persen tempat ibadah masuk kategori kepatuhan memakai masker kurang dari 60 persen.

Editor:
Andy Riza Hidayat
Bagikan