logo Kompas.id
›
Metropolitan›Menggapai Kota Inklusif demi...
Iklan

Menggapai Kota Inklusif demi Pulih dari Pandemi

Upaya menjadi kota berketahanan dihadapkan pada tantangan baru pandemi yang tak mudah ditaklukkan. Meski begitu, proses merangkul semua warga untuk beradaptasi terhadap berbagai guncangan dan tekanan wajib dilanjutkan.

Oleh
Neli Triana
· 0 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/WsZrPFCzCVsm8mxG2q7z_eBemh8=/1024x667/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2Ff85576a0-edff-4e0f-a64b-2c4477c2a41e_jpg.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Warga menikmati suasana tepi waduk di area Taman Kota Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (1/11/2020). Sisi Jakarta yang terdiri dari gedung-gedung tinggi beserta perkampungan padat cukup tergambarkan dari sisi waduk ini.

Berkaitan dengan peringatan World Cities Day yang diikuti Hari Tata Ruang Nasional di tengah kondisi tahun ini yang masih dikungkung wabah, isu kota berketahanan kembali menguat. Konsep kota berketahanan atau tangguh didorong menjadi cara untuk pulih dari hantaman pandemi, sekaligus mempercepat pembangunan perkotaan dunia saat ini.

Kota berketahanan adalah gerakan yang dimotori International Council of Local Environmental Initiatives (ICLEI), sebuah jaringan global yang terdiri atas lebih dari 1.750 pemerintah lokal dan regional yang berkomitmen untuk pembangunan kota berkelanjutan. ICLEI lahir di Bonn, Jerman, 30 tahun silam, dan aktif di lebih dari 100 negara. Konsep kota tangguh baru serius digaungkan pada Kongres Kota Berketahanan di kota yang sama pada 2009.

Editor:
gesitariyanto
Bagikan