logo Kompas.id
โ€บ
Metropolitanโ€บUtamakan Kolaborasi...
Iklan

Utamakan Kolaborasi Pemerintah-Masyarakat Saat Jemput OTG untuk Diisolasi

Penolakan melakukan isolasi bisa diproses pidana sebagai tindakan yang membahayakan keselamatan orang banyak akibat penularan penyakit. Namun, hendaknya dilakukan bersama polisi, institusi yang memiliki kewenangan.

Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/IhnKgUr4MZRf7zMfZ2dZtSl-aBw=/1024x575/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F17446b05-5abd-48d4-8679-2bcf9066e87f_jpg.jpg
KOMPAS/RIZA FATHONI

Petugas Satpol PP melakukan penertiban area kantin dengan membalik bangku-bangku saat razia penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total di kawasan Pergudangan Central Cakung, Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (15/9/2020). Razia tersebut untuk memastikan masyarakat mematuhi dan tertib terhadap aturan yang berlaku selama PSBB total DKI Jakarta.

JAKARTA, KOMPAS โ€” Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan  Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP bisa menjemput paksa pasien positif Covid-19 yang menolak isolasi bisa dipahami dari sisi keterdesakan menegakkan kedisiplinan demi mencegah penularan penyakit. Akan tetapi, demi mengantisipasi gugatan balik, upaya itu sebaiknya melibatkan polisi.

Penegakan kedisiplinan yang bersifat pemberian sanksi di luar sosial dan administratif harus tetap dilakukan penegak hukum formal, yaitu polisi. Itu pun setelah pendekatan persuasif kemasyarakatan gagal dilakukan.

Editor:
gesitariyanto
Bagikan