logo Kompas.id
MetropolitanBudaya ”Gardu” yang Kembali...
Iklan

Budaya ”Gardu” yang Kembali Subur

Maraknya kembali komunitas tergerbang menjadi salah satu kebiasaan baru di tengah masyarakat. Baik buruknya praktik ini akan menjadi ujian bagi publik dan pemerintah selama pandemi dan sesudahnya.

Oleh
Neli Triana
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/9Jcgf_l19Gi0vGAw_DrKiJ1VldI=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F20200330_ENGLISH-COVID-19_C_web_1585577458.jpg
KOMPAS/PRIYOMBODO

Spanduk imbauan karantina wilayah atau lockdown terbatas di gerbang utama perumahan di kawasan Larangan, Kota Tangerang, Banten, Senin (30/3/2020). Warga kampung dan perumahan mulai melakukan tindakan antisipasi penyebaran virus korona baru dengan membatasi tamu, kurir, hingga ojek daring memasuki wilayah tempat tinggal mereka.

Portal, gardu, spanduk, hingga peralatan disinfektan lengkap dengan beberapa orang berjaga menjadi pemandangan umum di mulut-mulut gang di permukiman warga. Dengan fasilitas yang dibuat secara mandiri tersebut, masyarakat merapatkan barisan demi meraih rasa aman kolektif di lingkungan terkecil, di sekitar rumah sendiri. Sebuah gejala sosial yang mengingatkan kita pada masa reformasi dan krisis ekonomi tahun 1997-1998.

Kondisi saat ini membawa masyarakat pada suatu ketidakpastian. Setiap saat ada rasa khawatir bakal tertular penyakit yang dipicu virus korona baru, Covid-19. Rasa aman makin terkikis akibat ancaman pandemi ini belum diketahui kapan akan berakhir. Apalagi, wabah global ini turut membuat sebagian besar aktivitas ekonomi terhenti, jutaan warga di dunia kehilangan pekerjaan dalam waktu nyaris bersamaan.

Editor:
Bagikan