logo Kompas.id
›
Kesehatan›Stigma Perburuk Penularan
Iklan

Stigma Perburuk Penularan

Stigma sosial terkait Covid-19 masih terjadi meski pandemi telah berlangsung lebih dari tujuh bulan. Situasi itu menghambat pemeriksaan, pelacakan, dan penanganan pasien penyakit yang disebabkan virus korona baru itu.

Oleh
AHMAD ARIF/ DEONISIA ARLINTA
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/rwL8nwEYYVp-T6e8SWVJBpVBK6E=/1024x634/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2Ff23c5cea-ffe3-473e-bf3a-2458cbc04462_jpg.jpg
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI

Dokter dan pasien positif tanpa gejala saling menyapa di gedung Adenium di Rumah Sakit Mitra Siaga, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (10/10/2020). Dua bulan belakangan, jumlah kasus Covid-19 dari kluster keluarga di Kabupaten Tegal semakin tak terkendali.

JAKARTA, KOMPAS—Stigma terkait Covid-19 terjadi di Indonesia sejak kasus pertama terdeteksi awal Maret 2020, bahkan meluas. Itu disebabkan belum terbangunnya komunikasi terpercaya, dan lemahnya edukasi ke publik. Padahal, selain menjadi masalah sosial yang memicu kecemasan dan depresi, stigmatisasi mempersulit upaya memutus rantai penularan.

Stigma di masyarakat beragam, mulai dari prasangka buruk, dijauhi lingkungan sekitar, hingga diusir dari tempat tinggal. Albert Ade, penyintas Covid-19, menuturkan, saat ia positif terkena Covid-19, sejumlah warga di lingkungan sekitar khawatir tertular, dan menjauhinya.

Editor:
evyrachmawati
Bagikan