Investigasi
”Industrio-Medical Complex” Makin Kompleks
Kolusi antara dokter dan industri farmasi telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Pasien yang menanggung akibatnya.
Pengantar redaksi: Tulisan ini merupakan arsip Kompas yang pernah diterbitkan 24 tahun lalu, tepatnya pada Rabu, 22 November 2000. Artikel ini ditayangkan kembali secara digital dalam rangka melengkapi rangkaian laporan investigasi Kompas yang akan turun pada Senin (25/3/2024) tentang penyalahgunaan antibiotik yang telah berlangsung sejak lama serta ancaman kesehatannya. Tulisan ini memberi tambahan latar belakang pengetahuan tentang fenomena peresepan obat yang tidak rasional di kalangan kedokteran sendiri.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F03%2F23%2F7b53ab5a-2cb2-428f-a3c2-11d7bedda7aa_jpg.jpg)
Seperti rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menjadi salah satu sasaran para detailmen, yakni pengenal dan penjaja obat dari pedagang besar farmasi bagi para dokter, Kamis (29/1/1987). Mereka bersedia menunggu berjam-jam agar bisa bertemu menjelaskan mengenai obat yang ditawarkan kepada dokter yang menjadi target.
Kalau akhir dekade tahun 1970-an hingga awal dekade tahun 1980-an para dokter harus dirayu oleh industri farmasi agar mau meresepkan obat-obat mereka, kini industri farmasi mulai kewalahan menghadapi ”pemerasan” para dokter. Industri farmasi yang lihai mengontrak para dokter mulai dari menawarkan komisi uang, berlian untuk para nyonya dokter, hingga menyervis dengan kamar hotel dan cewek, terbukti memang merajai pasaran. Padahal, obat-obat produknya hanyalah obat-obat jiplakan alias latah (me-too drugs) yang tidak membutuhkan riset.