logo Kompas.id
β€Ί
Investigasiβ€ΊDilema Lingkungan Kendaraan...
Iklan

Dilema Lingkungan Kendaraan Listrik

Menilik bauran energi Indonesia yang masih didominasi bahan bakar fosil serta ancaman pembukaan kawasan hutan guna tambang nikel, memicu munculnya satu pertanyaan, apakah mobil listrik benar-benar hijau?

Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI, M PUTERI ROSALINA, ALBERTUS KRISNA
Β· 1 menit baca
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Palabuhanratu di Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (4/8/2022). Sebagian besar listrik yang dihasilkan oleh PLTU yang memiliki kapasitas terpasang sebesar 3 x 350 MW ini untuk memasok kebutuhan listrik Jawa Barat bagian selatan.
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Palabuhanratu di Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (4/8/2022). Sebagian besar listrik yang dihasilkan oleh PLTU yang memiliki kapasitas terpasang sebesar 3 x 350 MW ini untuk memasok kebutuhan listrik Jawa Barat bagian selatan.

JAKARTA, KOMPAS β€” Transisi masif menuju penggunaan kendaraan listrik menjanjikan penurunan emisi gas rumah kaca, khususnya karbondioksida atau CO2 secara signifikan. Namun, menilik bauran energi Indonesia yang masih didominasi bahan bakar fosil serta ancaman pembukaan kawasan hutan guna tambang nikel, salah satu mineral utama penyusun baterai mobil listrik, memicu munculnya satu pertanyaan, apakah kendaraan listrik di Indonesia benar-benar hijau?

Kompas menghitung emisi karbon yang dihasilkan oleh 138,1 juta unit sepeda motor dan mobil pada 2021 untuk mengetahui potensi pengurangan karbon yang akan didapat jika bertransisi ke kendaraan listrik. Melalui aplikasi kalkulator emisi karbon dari firma konsultan iklim Inggris, Carbon Footprint, didapatkan, rata-rata emisi karbon dari 60 jenis mobil selama setahun, atau sekitar 20.000 km, mencapai 4,7 ton CO2. Lalu, untuk 10 jenis sepeda motor, emisinya mencapai 0,45 ton CO2 per tahun atau 10.000 km.

Editor:
KHAERUDIN
Bagikan