Mengapa Dunia K-pop Tak Bisa Lepas dari Skandal Kejahatan Seksual?
Dunia K-pop yang serba gemerlap ternyata menyimpan aib skandal kejahatan seksual. Mengapa skandal itu sering terjadi?
Apa yang bisa Anda pelajari dari artikel ini?
- Skandal kejahatan seksual apa saja yang pernah terjadi di dunia K-pop?
- Bagaimana sebenarnya kehidupan para artis K-pop?
- Mengapa kehidupan nyata para artis penyanyi K-pop harus disembunyikan?
- Apakah skandal kejahatan seksual juga terjadi di luar dunia K-pop?
- Bagaimana posisi perempuan di dalam masyarakat Korea Selatan?
- Apa dampak dari kesenjangan jender atau posisi tak setara antara laki-laki dan perempuan di Korea Selatan?
Skandal kejahatan seksual apa saja yang pernah terjadi di dunia K-pop?
Kasus kejahatan seksual kembali terjadi di dunia K-pop. Moon Taeil, penyanyi dan penulis lagu anggota grup K-pop bernama Neo Culture Technology (NCT), yang kini menjadi tersangkanya. Akibatnya, dia didepak dari NCT. Kasus ini masih diselidiki.
Baca juga: Skandal Kejahatan Seksual di Balik Gemerlap Dunia K-pop
Skandal seperti ini sering terjadi dan menguak betapa gelapnya dunia K-pop. Sejumlah penyanyi K-pop dipenjara karena kasus kekerasan seksual, seperti Himchan dari grup BAP yang kini sudah bubar. Dia dipenjara tujuh tahun karena kasus penyerangan seksual.
Ada juga anggota grup K-pop, EXO, Kris Wu, yang dipenjara 13 tahun penjara atas ”perbuatan cabul berkelompok” dan kekerasan seksual terhadap banyak perempuan, termasuk dua anak di bawah umur. Skandal yang paling heboh terjadi pada Agustus 2021 dan dikenal dengan nama Burning Sun.
Baca juga: Standar Pencitraan K-pop Selangit, Kisah Pribadi Bisa Celakakan Karier Artisnya
Penyanyi K-pop, Jung Joon-young dan Choi Jong-hoon, dijatuhi hukuman penjara atas tuduhan penyerangan seksual. Skandal ini mengguncang industri hiburan Korsel. Dalam skandal tersebut, banyak selebritas, idola, dan pejabat Korsel dikecam karena jaringan pelecehan seksual sistematis mereka.
Bagaimana sebenarnya kehidupan para artis K-pop?
Segala cerita dan berita tentang bintang-bintang pop Korea selalu menarik bagi para penggemarnya. Perkembangan apa pun terkait grup K-pop selalu dinantikan, mulai dari informasi dan jadwal konser atau temu muka dengan penggemar hingga fakta atau gosip tentang kehidupan pribadi personel-personelnya, termasuk kisah cintanya.
Baca juga: ”Artis Juga Manusia”, Citra yang Dibangun di Balik Keberhasilan BTS
Tak jarang, terungkapnya kisah asmara bintang-bintang K-pop, misalnya, memicu perdebatan sengit terkait dengan dampaknya terhadap karier sang artis dan citra publik mereka. Bagi sang artis, membuka tabir kehidupan pribadi memang dilematis.
Di satu sisi, bintang K-pop ingin menunjukkan ”sisi kemanusiaannya” dengan berbagi cerita kehidupan cintanya. Di sisi lain, membuka kehidupan pribadi ke publik bisa malah dianggap merugikan. Sang artis bisa terjebak dalam belitan berita skandal yang sulit dikendalikan begitu cerita kehidupan pribadi itu terekspos.
Mengapa kehidupan nyata artis K-pop harus disembunyikan?
Salah satu anggota K-pop, Aespa, yang dibentuk SM Entertainment, Karina, pernah meminta maaf lewat media sosial karena diam-diam berpacaran dengan aktor Lae Jae-wook. Para penggemarnya memprotes hubungan keduanya. Mereka mengatakan, para penggemar sudah mendukung masa depan Karina yang cerah dan percaya pada mimpi bersama.
Namun, sepertinya cinta dari para penggemar itu tidak cukup. Kasus ini membuat para penggemarnya merasa ditolak. Para penggemar K-pop sering merasa berada dalam hubungan parasosial dengan idolanya.
Baca juga: Cinta Gila Para Penggemar K-pop dan Para Selebritas
Parasosial adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa idolanya sebagai teman atau kadang lebih dekat lagi. Penggemar merasa berhubungan dekat dengan idola. Padahal, hal itu hanya perasaan sepihak. Hanya ilusi. Keintiman palsu. Orang yang mengalami parasosial rela menghabiskan uang, waktu, sampai emosi untuk idolanya. Padahal, orang yang diidolakan belum tentu tahu dengan orang yang mengidolakan.
Baca juga: Militansi K-Popers di Dunia Maya, Kekuatan Besar yang Tersembunyi
Apakah skandal kejahatan seksual terjadi di luar dunia K-pop?
Pada Juli 2020, Pemerintah Seoul membentuk komisi untuk menyelidiki laporan kekerasan seksual yang dilakukan mendiang Wali Kota Seoul Park Won-soon. Tewasnya Park menyulitkan korban mendapatkan keadilan. Korban dipaksa Park untuk melakukan kontak fisik hingga hubungan seksual yang tidak konsensual selama bertahun-tahun.
Baca juga: Pemerintah Seoul Buka Penyelidikan Kekerasan Seksual Mantan Wali Kota
Park juga berulang kali mengirimkan foto dan pesan yang tidak sepatutnya kepada korban. Perempuan di Korsel masih diperlakukan seperti warga negara kelas dua. Perempuan korban tindakan kekerasan seksual harus mempertaruhkan seluruh hidup mereka untuk menemukan keadilan. Ini menunjukkan rendahnya tingkat kesetaraan jender dan betapa sulitnya mendapatkan keadilan di Korsel.
Baca juga: Kasus Bunuh Diri Wali Kota Seoul, Tak Mudah Mendobrak Tradisi Seksisme
Bagaimana posisi perempuan di dalam masyarakat Korea Selatan?
Masih ingat film Korsel, Kim Ji-young: Born 1982, yang diangkat dari novel berjudul sama karya Cho Nam-ju tahun 2016? Film yang dirilis tahun 2019 itu mengisahkan fenomena diskriminasi terhadap perempuan di Korsel.
Baca juga: Tak Seindah Drama Korea
Gambaran ketidaksetaraan jender di Korsel terlihat jelas di film yang berangkat dari kisah nyata yang dialami Cho itu. Budaya patriarki menjadi sumber persoalan. Perempuan Korsel secara tradisional harus tinggal di rumah mengurus rumah dan anak. Sementara laki-laki yang harus keluar rumah dan bekerja.
Apa dampak dari kesenjangan jender di Korea Selatan?
Semakin banyak perempuan di Korsel yang tidak yakin ingin punya anak karena bisa jadi suaminya akan menyerahkan pengasuhan anak kepada istri. Banyak yang khawatir akan berjodoh dengan laki-laki yang masih kuno.
Baca juga: Bom Waktu Kependudukan Korea Selatan
Ini menyebabkan dari waktu ke waktu, persepsi perempuan Korsel terhadap pernikahan juga berubah. Pernikahan tidak lagi dianggap penting. Akibatnya, semakin sedikit penduduk Korsel yang menikah dan tren angka kelahiran rendah pun terus berlanjut.
Pemerintah Korsel memprediksi populasi Korsel akan anjlok menuju 39 juta jiwa pada tahun 2067 dengan 46 persen di antaranya penduduk 64 tahun ke atas. Tren depopulasi ini tidak hanya terjadi di perdesaan, tetapi juga di Seoul. Ini menjadi ancaman serius bagi kekuatan ekonomi Korsel yang termasuk keempat terbesar di Asia itu.
Baca juga: Cara Korsel-China Lecut Warga Menikah, Harga Rumah-Mahar Kawin Diturunkan