logo Kompas.id
β€Ί
Internasionalβ€ΊIroni dan Sejarah Perdamaian
Iklan

Ironi dan Sejarah Perdamaian

Perdamaian tidak terwujud dengan sendirinya. Manusia harus mengupayakannya dengan menjalin komunikasi dan sikap saling percaya. Seberat apa pun prosesnya, itulah cara bermartabat untuk mewujudkan perdamaian dunia.

Oleh
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
Β· 1 menit baca
Foto yang diambil dari rekaman video Kementerian Pertahanan Rusia, Rabu (26/10/2022) memperlihatkan peluncuran rudal penjelajah antarbenua (ICBM) Yars di Plesetsk, Rusia.
AP/RUSSIAN DEFENSE MINISTRY PRESS SERVICE

Foto yang diambil dari rekaman video Kementerian Pertahanan Rusia, Rabu (26/10/2022) memperlihatkan peluncuran rudal penjelajah antarbenua (ICBM) Yars di Plesetsk, Rusia.

Mengapa manusia tidak memilih saja untuk berdamai? Mengapa ”tombol” perang harus dipicu? Pertanyaan-pertanyaan itu seolah terasa naif, apalagi bila dihadapkan pada peribahasa Latin yang berbunyi, Si vis pacem, para bellum. Artinya lebih kurang, jika mendambakan perdamaian, bersiaplah untuk berperang. Sejarah pun mencatat, untuk memaksa Jepang menyerah dalam Perang Dunia II, Amerika Serikat menjatuhkan dua bom atom, satu di Hiroshima dan satu lagi di Nagasaki.

Baca juga; Manusia Menciptakan Kiamatnya Sendiri

Editor:
BONIFASIUS JOSIE SUSILO HARDIANTO
Bagikan