logo Kompas.id
›
Internasional›Teori Konspirasi Itu Candu dan...
Iklan

Teori Konspirasi Itu Candu dan Destruktif, Dua Kisah Radikalisasi di AS dan Pakistan

Tingkat kepuasan para penganut teori konspirasi atas keyakinan dan tindakan mereka seperti ketergantungan pada obat. Semakin lama, semakin banyak obat yang harus dikonsumsi untuk mendapatkan efeknya.

Oleh
MH SAMSUL HADI DAN BENNY D KOESTANTO
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/9qM01P2HQoIGMJuRNwY6LSJKIbE=/1024x744/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F11%2FPaths-to-Radicalization_100008439_1636100829.jpg
AP PHOTO/MANUEL BALCE CENETA, FILE

Doug Jensen (tengah) bersama rekan-rekannya, para pendukung Presiden Donald Trump, memasuki koridor di luar ruang Senat Kongres AS dalam peristiwa kerusuhan di Gedung Capitol, Washington DC, 6 Januari 2021.

Kemarahan atas kondisi sekitar, perlakuan tidak adil, dan perasaan bahwa segala sesuatu hanya dapat diperbaiki melalui tindakan sesegera mungkin sekaligus dengan kekerasan. Hal-hal itu cenderung memotivasi orang-orang yang terseret ke arah ekstremisme, apa pun ideologinya, motif keagamaan atau politik yang mendasari, dan lingkungan geografisnya. Salah satu pemicu utamanya adalah meluasnya teori konspirasi.

Kondisi itu tergambar dalam analisis yang dilakukan The Associated Press (AP) lewat studi kasus radikalisasi di dua benua dengan konteks sosial yang berbeda: Amerika dan Asia.

Editor:
samsulhadi
Bagikan