digital
Uang Kripto, Primadona Baru yang Punya Sisi Gelap terhadap Bumi
Penambangan uang kripto menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Penambangan juga menghasilkan sampah elektronik karena komputer harus terus diganti.

Gerai pangkas rambut memasang informasi ”Kami menerima Bitcoin” di etalase gerai di Santa Tecla, El Salvador, Sabtu (4/9/2021). Meski masih menimbulkan polemik dan protes warga, sejumlah pelaku usaha tertarik untuk mengunduh aplikasi dan menggunakan bitcoin sebagai pembayaran.
Pada Minggu (17/10/2021), setiap bitcoin setara dengan 61.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 858,4 juta. Uang kripto beberapa tahun terakhir menjelma menjadi primadona baru dalam investasi keuangan. Namun, di balik pertumbuhannya yang cepat, uang kripto menyimpan persoalan besar bagi lingkungan hidup.
Persoalan itu setidaknya berasal dari kegiatan penambangan bitcoin, yakni konsumsi listrik yang besar dan sampah elektronik yang banyak. Dalam hal konsumsi listrik, sejumlah riset menunjukkan, butuh listrik 91 terawatt-hours (TwH) per tahun untuk penambangan bitcoin saja. Butuh energi lebih banyak lagi untuk uang kripto lain, seperti ethereum, solana, XRP, litecoin, hingga dogecoin.