Pertimbangkan Suara Rakyat Myanmar
Gelombang unjuk rasa rakyat Myanmar menolak kudeta militer membesar dan meluas. Suara mereka harus dipertimbangkan guna mencari solusi di negara itu.
Hampir sepekan terakhir, setelah kudeta militer pada pekan lalu, rakyat Myanmar menggeliat memberikan perlawanan tanpa kekerasan terhadap militer yang kini berkuasa di negara itu. Tak lama setelah militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari 2021, pemimpin sipil Aung San Suu Kyi menyerukan kepada para pendukungnya untuk tidak tinggal diam.
Dua hari kemudian, perlawanan rakyat Myanmar dimulai. Diawali dengan aksi mogok kerja dalam bentuk pembangkangan sipil oleh tenaga medis dan dokter di 70 rumah sakit pemerintah dan departemen kesehatan di 30 kota, perlawanan itu bereskalasi menjadi gelombang unjuk rasa di sejumlah kota dan wilayah. Pesan mereka jelas: menolak kudeta, tidak mau patuh dan tunduk pada militer, serta pemulihan demokrasi.