logo Kompas.id
β€Ί
Internasionalβ€ΊMencermati Krisis Politik di...
Iklan

Mencermati Krisis Politik di Thailand

Tiga bulan lebih unjuk rasa anak- anak muda mengguncang ibu kota Thailand. PM Prayuth Chan-ocha coba melunak. Namun, mereka tak ingin menegosiasikan tuntutan.

Oleh
REDAKSI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/m_yezyLwYgBFnLV7R8gERZrtVVc=/1024x685/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2FThailand-Protests_92566492_1603405353.jpg
AP PHOTO/SAKCHAI LALIT

Para aktivis pro-demokrasi berjalan menuju Gedung Pemerintah, kantor perdana menteri, dalam unjuk rasa di Bangkok, Thailand, Rabu (21/10/2020).

Banyak pihak menyamakan unjuk rasa anak-anak muda dan aktivis prodemokrasi di Thailand seperti demonstrasi anak-anak muda sebaya mereka di Hong Kong. Tidak ada pemimpin tunggal, mereka digerakkan semangat mendobrak kemapanan para elite, memperjuangkan demokrasi lebih luas, mengangkat isu sensitif, dan menjalankan unjuk rasa dengan taktik hampir serupa, termasuk mengambil risiko cara konfrontatif, serta memiliki daya tahan berunjuk rasa dalam waktu lama.

Jika di Hong Kong anak-anak mudanya menghadang represi rezim komunis di Beijing saat memberlakukan UU Keamanan Nasional, anak-anak muda di Thailand menggugat legitimasi rezim junta militer dan, bahkan, menuntut reformasi monarki. Isu monarki merupakan isu sensitif di negara itu. Monarki menjadi bagian dari identitas nasional di Thailand. Dengan UU Lese Majeste, pengkritik kerajaan diancam hukuman penjara hingga 15 tahun. Namun, bagi anak-anak muda itu, isu sensitif tersebut tak lagi tabu, bahkan digugat secara terbuka.

Editor:
samsulhadi
Bagikan