logo Kompas.id
›
Internasional›Libya Semakin Compang-Camping
Iklan

Libya Semakin Compang-Camping

Setelah Muammar al-Gaddafi digulingkan, Libya jatuh dalam perang bersaudara yang berlarut-larut. Ikut campurnya berbagai negara membuat konflik itu semakin sulit diselesaikan dan Libya kian compang camping.

Oleh
Trias Kuncahyono
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/NNsJkzBbaz4WQ6s_2QC-i0EzUpw=/1024x1003/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F12%2Ftrias-kuncahyono-baru2012_1545311337-e1576399170644.jpg
INDRO UNTUK KOMPAS

Trias Kuncahyono, wartawan Kompas 1988-2018

Sejak pemimpin Libya Muammar al-Gaddafi—yang memerintah negeri itu selama 42 tahun dari 1969, disingkirkan dan bahkan dibunuh dalam revolusi, Oktober 2011—negeri itu terjerumus ke dalam perang saudara, yang melibatkan berbagai kelompok kekuatan terutama suku-suku dan milisi bersenjata. Mereka bertarung untuk memperebutkan kekayaan negeri itu yakni minyak. Libya disebut-sebut memiliki cadangan minyak terbesar di Afrika dan nomor sembilan terbesar di dunia. Tak pelak lagi, negeri berpenduduk kurang dari tujuh juta jiwa tersebut, makin hari makin terkoyak-koyak, sama seperti Suriah.

Ada dua kekuatan besar yang bertarung. Kekuatan pertama yang disebut Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB, berpusat di Tripoli dipimpin oleh PM Fayez al-Sarraj. Mereka memerintah Libya bagian barat. GNA didukung kekuatan militer yang berasal dari suku-suku dan milisi Islamis, terutama yang berafiliasi dengan Persaudaraan Muslim (Avi Melamed, 2020).

Editor:
Emilius Caesar Alexey
Bagikan