logo Kompas.id
β€Ί
Ilmu Pengetahuan & Teknologiβ€ΊMengupayakan Sinergi...
Iklan

Mengupayakan Sinergi Konservasi Penyu dengan Aspek Budaya

Pertemuan para pandita dari Bali memberikan rekomendasi bahwa penyu laut hanya diperlukan dalam upacara adat yang besar. Penggunaannya pun harus melalui izin kepada otoritas yang berwenang.

Oleh
PRADIPTA PANDU
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/yOFFotGdRfQXVpWlZmW_SdgxGdQ=/1024x611/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F08%2F7cd67f49-cdf4-4cee-9565-38c780775c6c_jpg.jpg
Kompas/Agus Susanto

Tukik yang dilepas wisatawan di pantai Skouw Yambe, Distrik Muara Tami, Jayapura, Papua, Minggu (16/7/2017). Dalam sebulan kelompok konservasi penyu di tempat tersebut rata-rata menghasilkan 300 butir telur penyu.

JAKARTA, KOMPAS β€” Meski telah dilindungi, masyarakat Bali masih mengunakan penyu laut sebagai sarana upacara adat dan keagamaan. Agar tidak terjadi benturan antara aspek budaya dan konservasi, penggunaan penyu untuk upacara adat harus melalui permohonan izin kepada otoritas yang berwenang.

Pakar konservasi penyu dari Universitas Udayana, Ida Bagus Windia Adnyana, menyampaikan, sudah banyak ahli biologi, konservasionis, hingga masyarakat umum yang memandang bahwa penyu laut merupakan satwa yang karismatik. Publikasi tentang penyu laut juga sangat banyak, baik yang bersifat saintifik, edukasional, manajemen, maupun politis.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan