logo Kompas.id
โ€บ
Ilmu Pengetahuan & Teknologiโ€บCovid-19, Memori Kelapit dan...
Iklan

Covid-19, Memori Kelapit dan Dilema Mufut

Pandemi Covid-19 mengingatkan masyarakat Punan Tubu di Kabupaten Malinau akan kelapit, penyakit menular yang jadi momok di masa lalu. Namun, tradisi mufut, masuk ke hutan untuk menghindarinya, tidak mudah dilakukan.

Oleh
Ahmad Arif
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/CPrXDsrAeJAgYVVYwhD-fSlYoYc=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F06%2F20180606AIK10.jpg
KOMPAS/AHMAD ARIF

Masyarakat Punan Tubu di Desa Respen, Malinau, Kalimantan Utara, tengah membuat pati dari bahan singkong, Sabtu (26/5/2018). Dulu bahan utama pati berasal dari tanaman sagu, yang merupakan pangan pokok masyarakat pemburu peramu ini.

Saat pandemi Covid-19 baru merebak pada awal 2020, para tetua Punan Tubu telah mengingatkan, penyakit ini mirip dengan kelapit. Kalau mau selamat, harus mengindar ke dalam hutan. โ€Penyakit (Covid-19) beginilah yang membuat mamak moyang dulu lari jauh ke dalam hutan. Orangtua kami menyebutnya kelapit. Diceritakan orangtua, kalau terjadi kelapit, orang sehat hari ini, besok bisa sakit dan mati,โ€ kata Toni Ucang (43), tokoh adat dan Ketua RT 005 Desa Respen Tubu, Malinau Utara, Kalimantan Utara.

Respen, kependekan dari resettlement penduduk, merupakan program di era Orde Baru untuk memindahkan masyarakat adat yang hidup di hutan ke perkampungan. Pemindahan Punan Tubu, yang semula tinggal di hulu Sungai Tubu ke pinggiran Kota Malinau pada 1970-an, merupakan bagian dari program ini.

Editor:
Adhitya Ramadhan
Bagikan