logo Kompas.id
Ilmu Pengetahuan & TeknologiMembendung Propaganda Digital
Iklan

Membendung Propaganda Digital

Upaya propaganda demi memengaruhi opini publik kian masif di media sosial. Bahkan, dengan mengerahkan pasukan siber, termasuk akun bot. Diperlukan analisis jejaring sosial agar penyebaran informasi dapat terpetakan.

Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/upjz8JADyjCINkDPmC_cD1IjK0Q=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F02%2Ffc74bcad-c840-4702-8f83-2e18636ce38e_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Warga melintasi mural yang dibuat untuk melawan penyebaran informasi palsu atau hoaks di Jalan KH Hasyim Ashari, Tangerang, Banten, Senin (22/2/2021). Pemerintah belum memutuskan sikap resmi soal rencana revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Penyebar hoax dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Hingga kini pemerintah belum memutuskan sikap resmi terkait rencana revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kompas/Wawan H Prabowo

Bagaikan pandemi virus, disinformasi di media sosial terus merebak dan meluas di seluruh dunia. Pada Januari lalu, para peneliti Oxford Internet Institute University of Oxford, Inggris, baru memublikasikan hasil penelitian mereka yang berjudul ”Industrialized Disinformation: 2020 Global Inventory of Organized Social Media Manipulation”.

Salah satu temuan utama dari penelitian ini adalah aktivitas pasukan siber (cyber troops) pada 2020 terus meningkat di seluruh dunia. Laporan yang disusun oleh Samantha Bradshaw, Hannah Bailey, dan Philip N Howard tersebut menemukan bukti bahwa ada 81 negara di dunia menggunakan media sosial untuk menyebarkan propaganda komputasional dan disinformasi politik. Jumlah ini meningkat dibandingkan 2019 dengan 70 negara, 48 negara pada 2018, dan 28 negara  pada 2017.

Editor:
Harry Susilo, M Fajar Marta, Madina Nusrat
Bagikan