logo Kompas.id
›
Ilmu Pengetahuan & Teknologi›Sinergi Pengelolaan Area untuk...
Iklan

Sinergi Pengelolaan Area untuk Cegah Konflik Harimau-Manusia

Kemunculan satwa liar di pinggir hutan menjadi penanda ketidakberesan yang sedang dihadapi alam. Permasalahan keseimbangan rantai makanan dan konversi wilayah jelajahnya menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Oleh
PRADIPTA PANDU
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/8mAD5B8lE8dy2GO63oJPegf-W_U=/1024x684/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F07%2Ff95dac08-1ffd-4595-9315-fc06a878ee08_JPG.jpg
KOMPAS/YOLA SASTRA

Harimau sumatera Putra Singgulung memakan daging sapi di kandang perawatan Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya yang dikelola Yayasan Arsari Djojohadikusumo di Nagari Lubuk Besar, Kecamatan Asam Jujuhan, Dharmasraya, Sumatera Barat, Senin (27/7/2020) malam. Harimau jantan berusia sekitar setahun ini dievakuasi BKSDA Sumbar dari Nagari Gantuang Ciri, Kecamatan Kubung, Solok, Senin (29/6/2020), karena berulang kali masuk perladangan bersama saudaranya, Putri Singgulung, dan induknya.

JAKARTA, KOMPAS — Rentetan kasus konflik antara harimau dan manusia di sejumlah wilayah di Sumatera memerlukan penanganan serius dengan kolaborasi multipihak. Kehadiran satwa liar di pinggiran hutan pun seharusnya menjadi penanda alam bagi manusia bahwa terdapat berbagai gangguan dialami satwa, baik kekurangan pakan di dalam hutan maupun area jelajahnya yang diubah menjadi peruntukan lain.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terdapat 23 kasus konflik harimau yang terjadi hingga pertengahan tahun 2020. Data tersebut dihimpun dari laporan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) di sejumlah daerah.

Editor:
Ichwan Susanto
Bagikan