logo Kompas.id
HumanioraMenyongsong Wajah Baru...
Iklan

Menyongsong Wajah Baru Muarajambi

Revitalisasi KCBN Muarajambi hampir tuntas. Prosesnya tak cuma memugar candi, tapi juga menelusuri tapak-tapak peradaban

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA, ABDULLAH FIKRI ASHRI
· 7 menit baca
Salah satu sudut Candi Kotomahligai di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, yang proses pemugarannya nyaris rampung, Jumat (20/9/2024). Revitalisasi KCBN Muarajambi akan diresmikan pada awal Oktober 2024.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Salah satu sudut Candi Kotomahligai di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, yang proses pemugarannya nyaris rampung, Jumat (20/9/2024). Revitalisasi KCBN Muarajambi akan diresmikan pada awal Oktober 2024.

Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi menyongsong wajah baru lewat revitalisasi. Wujud candi bersama jejak peradaban yang terkubur selama berabad-abad mulai terungkap. Misteri kanal-kanal kuno yang menghubungkan kawasan seluas 3.981 hektar itu pun tersingkap.

Langit biru memayungi Candi Kotomahligai di KCBN Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Jumat (20/9/2024). Bangunan cetiyaghara atau candi induk berdiri gagah. Siraman cahaya matahari pagi membuat dinding candi berbahan terakota semakin menyala.

Ratusan pohon ”menghadiahkan” kesejukan di situs berukuran 110 meter x 90 meter tersebut. Sebagian akarnya mencengkeram bangunan candi. Monyet ekor panjang dan tupai melompat di dahan-dahan. Kicau burung bersahutan memamerkan kemerduan.

Rekonstruksi cetiyaghara, mandapa (tempat ritual), gapura, pagar, dan struktur lainnya nyaris rampung. Kondisinya sangat kontras dibandingkan 6 bulan lalu saat dimulai pemugaran. Ketika itu, sebagian struktur candi masih terkubur di bawah gundukan tanah.

Pekerja mengganti bata-bata rusak di badan candi induk Kotomahligai di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Jumat (20/9/2024).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pekerja mengganti bata-bata rusak di badan candi induk Kotomahligai di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Jumat (20/9/2024).

Bata-bata merah berserakan di mana-mana. Pagarnya pun ada yang miring. Bahkan, gapura di sisi utara dan timur belum terlihat jelas bentuknya.

Pagi itu, sejumlah pekerja berkejaran dengan waktu menuntaskan tahapan akhir pemugaran. Mereka mengisi celah di antara lapisan bata dengan nat berbahan serbuk bata bercampur air. Ada yang merapikan struktur tangga bangunan mandapa. Sebagian lainnya menanam pohon dan rumput di halaman terbuka.

Baca juga: Meniti Masa Depan Muarajambi

Di tengah kesibukan para pekerja, Saparudin (57) duduk di bawah cetiyaghara. Ia tidak sedang bersantai, tetapi mencari bata-bata rusak di badan candi. Matanya jeli menemukan bata yang retak dan rompal di bagian sudutnya.

Dengan menggunakan sekrap, tangan kekarnya mencabut bata di baris ketiga dari bawah. ”Meski kerusakannya kecil, bata ini tetap harus diganti. Jika dibiarkan, kerusakannya akan bertambah besar sehingga bisa mengurangi kekuatan struktur candi,” ujarnya.

Akar pohon menjalar di struktur Candi Kotomahligai di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Jumat (20/9/2024).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Akar pohon menjalar di struktur Candi Kotomahligai di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Jumat (20/9/2024).

Saparudin bukan ahli arkeologi. Pendidikan formalnya hanya sampai tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Namun, ia punya bekal pengalaman memugar Candi Gedong 1 dan Candi Kembar Batu di KCBN Muarajambi pada 1990-an.

Sebelum dipugar pada tahun ini, perencanaan atau penelitian pemugaran Candi Kotomahligai telah dilakukan dua tahun lalu. Ekskavasi saat itu mengidentifikasi sejumlah struktur candi. Namun, bentuknya belum utuh. Bahkan, ada beberapa bagian yang runtuh.

M Hambali (32) terlibat dalam perencanaan pemugaran pada 2022 tersebut. Ia ikut mengupas gundukan tanah yang menimbun struktur candi. Masyarakat setempat menyebut gundukan tanah itu dengan menapo.

”Di atasnya tumbuh semak dan rumput. Banyak kayu berserakan juga. Setelah digali, ditemukan struktur bata. Namun, bentuknya tidak beraturan. Kondisinya sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan sekarang,” ucapnya.

https://cdn-assetd.kompas.id/p-Jymq_VsJX08aC5UYLB7fu9vEs=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F06%2F28%2F0913c827-60e2-4507-b7be-3fbbd50fcc7c_jpg.jpg

Sekilas, pemugaran Candi Kotomahligai terlihat belum selesai. Pagar luar di sisi barat, misalnya, belum terhubung dari ujung ke ujung. Masih banyak bagian yang tertimbun tanah.

Akan tetapi, kondisi itu sengaja dibiarkan. Sebab, gundukan tanah yang menutupi struktur pagar banyak ditumbuhi pepohonan. Penebangan pohon diminimalkan dalam proses pemugaran agar selaras dengan pelestarian alam.

Baca juga: Menyelaraskan Pemugaran Candi dengan Pelestarian Alam

Bahkan, kondisi pagar luar di sisi selatan nyaris tidak tersentuh ekskavasi. Pepohonan di lokasi itu sangat rapat. Situs tersebut ditumbuhi lebih dari 200 pohon, seperti kundur, rengas, duku, bedaro (sejenis lengkeng), dan sungkai.

”Pagar selatan menggambarkan kondisi struktur yang belum dipugar. Ini juga bisa mengedukasi pengunjung jika ingin mengetahui kondisi awal situs sebelum diekskavasi,” ujar Koordinator Pemugaran Candi Kotomahligai Kurnia Prastowo Adi.

Kompas
Pemugaran Candi Kotomahligai KCBN Muarajambi

Rekonstruksi cetiyaghara, mandapa (tempat ritual), gapura, pagar, dan struktur lainnya nyaris rampung. Kondisinya sangat kontras dibandingkan 6 bulan lalu saat memulai pemugaran. Ketika itu, sebagian struktur candi masih terkubur di bawah gundukan tanah.

Melengkapi narasi

Di kawasan candi banyak ditemukan potongan genteng dan keramik. Sebelum disimpan, artefak-artefak itu dicuci dan dikeringkan. Ditemukan juga arca Awalokiteswara dan potongan logam di gapura utara.

Ada pula temuan sisa arang yang diduga berasal dari atap berbahan dedaunan. Di sekitar candi masih terdapat pohon nipah dan rumbia. Selain sebagai atap, masyarakat juga memanfaatkan daunnya untuk membuat berbagai produk kerajinan, salah satunya anyaman tikar.

Temuan tersebut melengkapi narasi mengenai atap yang dipakai di lokasi itu bukan hanya genteng, melainkan juga dari dedaunan. Candi ini diduga pernah difungsikan sebagai wihara di masa lalu.

Berjarak sekitar 2 kilometer dari Kotomahligai, lebih dari 20 struktur berbahan bata merah menyembul di antara rimbun pepohonan di Candi Parit Duku, Jumat siang. Seperti namanya, situs yang dikelilingi parit ini banyak ditumbuhi pohon duku.

Iklan
Lanskap Candi Parit Duku di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, yang proses pemugarannya nyaris rampung, Jumat (20/9/2024).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Lanskap Candi Parit Duku di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, yang proses pemugarannya nyaris rampung, Jumat (20/9/2024).

Pohon-pohon setinggi sekitar 20 meter menjulang di atas struktur candi. Bahkan, akarnya menjalar menembus badan candi. Sekilas, ini mirip Angkor Wat, kompleks percandian di Kamboja yang beberapa strukturnya dililit akar pohon.

Siang itu, Koordinator Pemugaran Candi Parit Duku, Mubarak Andi Pampang, menerbangkan pesawat nirawak atau drone. Ia mengabadikan hasil pemugaran kompleks candi berukuran 80 meter x 80 meter tersebut. Keindahan candi berbahan terakota itu membuatnya kagum.

Padahal, saat memulai pemugaran awal tahun lalu, struktur candi belum seutuhnya terbentuk. Masih banyak bata berserakan dan terkubur dalam tanah. Namun, sejak Maret 2024, bangunan candi mulai direkonstruksi seiring masuknya situs itu dalam target pemugaran.

”Pemugaran (struktur) sudah selesai, tapi penataan lingkungannya (belum), seperti penanaman rumput, pohon, pembersihan, dan lainnya,” ujarnya.

Baca juga: Menebalkan Jejak Tradisi Bahari di Muarajambi

Salah satu sudut Candi Parit Duku di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, yang proses pemugarannya nyaris rampung, Jumat (20/9/2024).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Salah satu sudut Candi Parit Duku di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, yang proses pemugarannya nyaris rampung, Jumat (20/9/2024).

Pemugaran Candi Parit Duku mengungkap ”kerayaan” situs itu berabad-abad silam. Selain temuan struktur candi yang relatif banyak, kemeriahan juga tampak dari beragamnya ornamen bata kuno di sana.

Dari penelitian pada 2022 dan pemugaran tahun ini, Mubarak menemukan sesuatu tak terduga. Sebelumnya, pihaknya memperkirakan hanya ada enam struktur di area itu. Perkiraan ini berdasarkan jumlah menapo yang ada. Namun, setelah diekskavasi, ditemukan 23 bangunan. Mayoritas berbentuk persegi.

Padahal, area situs biasanya hanya berisi 3-5 candi. Temuan menarik lainnya ialah adanya dua arca Buddha kecil berbahan terakota. Temuan itu menjadi yang pertama di KCBN Muarajambi. Pembuatan arca diperkirakan dengan cara memahat bata.

Temuan bata berprofil di Candi Parit Duku sangat beragam. Salah satunya mirip wajah naga. Bentuk batanya pun tak cuma persegi panjang, tetapi juga segitiga dan belah ketupat.

Kompas
Pemugaran Candi Paritduku KCBN Muarajambi

”Di sini, paling banyak ragam hias yang kami temukan. Makanya, kami sebut (Candi Parit Duku) paling raya di sini (KCBN Muarajambi). Artinya, (candi) itu meriah. Saya bayangkan kalau itu masih utuh. Apalagi, kalau semuanya tersusun,” ucapnya.

Tak sekadar merekonstruksi candi, pemugaran juga mengungkap narasi sejarah situs tersebut. Menurut Mubarak, kompleks itu tidak didesain sebagai ruang berkumpul orang banyak. Sebab, area antara struktur relatif sempit. Candi itu juga bukan tempat peribadatan yang membutuhkan area lapang.

”Karena berhubung banyak bata-bata stupa yang kami temukan, yang tidak simetris dan diberi ornamen hias, kesimpulan sementara kami mungkin ini kompleks stupa,” ungkapnya. Dalam kepercayaan Buddha, katanya, stupa itu dianggap area persemayaman atau pemakaman.

KCBN Muarajambi memiliki 115 situs percandian dan menjadi situs Buddha terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan hasil penanggalan karbon dari temuan terbaru, peradaban di sana diperkirakan berdiri pada abad ke-6 dan setidaknya bertahan hingga abad ke-13.

Baca juga: Seribu Tangan Penggali Peradaban Muarajambi

Perencanaan pemugaran di Candi Sialang, Kemingking Luar, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Rabu (8/5/2024).
KOMPAS/EDDY HASBY

Perencanaan pemugaran di Candi Sialang, Kemingking Luar, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Rabu (8/5/2024).

Selain memugar Candi Kotomahligai dan Candi Parit Duku, revitalisasi tahun ini juga meliputi rencana pemugaran Candi Sialang dan Menapo Alun-alun. Penataan lingkungan dilakukan di sejumlah situs, di antaranya Candi Kedaton dan Candi Gedong. Secara keseluruhan, proyek revitalisasi melibatkan lebih dari 500 pekerja lokal.

Kanal dan kolam kuno di kawasan candi di tepi Sungai Batanghari itu turut direvitalisasi. Beberapa di antaranya telah tertutup sedimentasi. Berabad-abad lalu, kanal-kanal yang saling terkoneksi dipakai sebagai jalur transportasi. Sementara kolam difungsikan untuk tempat cadangan air bersih.

Revitalisasi tahun ini difokuskan pada tiga kolam dan dua kanal. Ketiga kolam itu adalah Sangkar Ikan, Kedaton, dan Telago Rajo 2, sedangkan dua kanal yang direvitalisasi adalah Buluran Tiang dan Parit Buluh. Revitalisasi meliputi pembersihan vegetasi dan sedimentasi.

KCBN Muarajambi berada di kawasan hutan dan rawa. Lokasinya yang terletak di tepi Sungai Batanghari juga membuatnya rawan banjir saat musim hujan. Pembuatan kanal menunjukkan peradaban di masa itu mampu merancang kawasan yang disesuaikan dengan kondisi alam sekitarnya.

Petugas merawat kapal tradisional yang telah selesai dibuat di kompleks Candi Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Sabtu (21/9/2024). Kapal tradisional ini dibuat berdasarkan gambar pada salah satu dinding candi di KCBN Muarajambi.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Petugas merawat kapal tradisional yang telah selesai dibuat di kompleks Candi Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Sabtu (21/9/2024). Kapal tradisional ini dibuat berdasarkan gambar pada salah satu dinding candi di KCBN Muarajambi.

Koordinator Revitalisasi Kanal dan Kolam Kuno KCBN Muarajambi Christina Novitri Andarsih menuturkan, berabad-abad lalu, kanal itu digunakan untuk akses warga beraktivitas dan konektivitas antarcandi di Muarajambi. ”Dulu, saat air Sungai Batanghari naik, airnya masuk ke kanal-kanal. Inilah jadi akses orang ke candi dengan menggunakan perahu,” ucapnya.

Revitalisasi kapal kuno juga telah selesai. Desainnya terinspirasi dari gambar kapal yang ditemukan pada bata di Candi Kedaton dan Candi Teluk. Pengerjaanya melibatkan 40 warga lokal dari delapan desa penyangga di KCBN Muarajambi.

”Meskipun enggak persis sama, kapal ini diharapkan menginspirasi warga yang daerahnya dulunya jadi tempat pembuatan perahu. Jadi, mereka bisa buat kapal sendiri nantinya,” kata Tarida Diami, Koordinator Tim Revitalisasi Perkapalan Tradisional di KCBN Muarajambi.

Baca juga: Yang Hilang dan Kembali di Muarajambi

Lanskap Candi Teluk 1 yang berdiri di sekitar tempat penimbunan batubara di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Jumat (22/9/2024).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Lanskap Candi Teluk 1 yang berdiri di sekitar tempat penimbunan batubara di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Muaro Jambi, Jambi, Jumat (22/9/2024).

Upaya melestarikan KCBN Muarajambi juga menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya keberadaan stockpile atau tempat penyimpanan batubara di sekitar kawasan candi. Hal ini dikhawatirkan mengancam pelestarian cagar budaya yang menjadi misi utama dalam revitalisasi tersebut.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko menuturkan, proses revitalisasi tahun ini sudah hampir 100 persen. Peresmian pemugaran dijadwalkan pada awal Oktober 2024. Selain merekonstruksi candi, revitalisasi mengungkap berbagai bangunan beserta fungsinya yang memperkuat bukti sejarah Muarajambi sebagai pusat pendidikan di masa lalu.

”Wajah Muarajambi sebagai pusat pendidikan sudah bisa dilihat. Candi Kedaton dan Kotomahligai sebagai wihara. Ada juga bangunan yang melengkapi perguruan itu, seperti Parit Duku sebagai kompleks stupa dan Menapo Alun-alun untuk tempat orang berkumpul. Bagaimana candi-candi terhubung melalui kanal juga sudah bisa dibayangkan,” katanya.

Editor:
EVY RACHMAWATI
Bagikan