logo Kompas.id
HumanioraYang Hilang dan Kembali di...
Iklan

Yang Hilang dan Kembali di Muarajambi

Muarajambi lebih dari sekadar kumpulan candi. Kawasan ini bak ”kota di atas air” yang menjadi bukti kemajuan peradaban.

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA, SEKAR GANDHAWANGI
· 3 menit baca
Dalam foto udara tampak kanal kuno yang berada di sekitar kompleks Candi Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, di Muaro Jambi, Jambi, Selasa (9/7/2024).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Dalam foto udara tampak kanal kuno yang berada di sekitar kompleks Candi Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, di Muaro Jambi, Jambi, Selasa (9/7/2024).

Peradaban Muarajambi yang hilang selama berabad-abad coba digali kembali. Bukan hanya memugar candi, melainkan juga merevitalisasi kanal dan kolam kuno yang menyimpan jejak kemajuan peradaban di tepi Sungai Batanghari.

Matahari mulai condong ke barat, Jumat (12/7/2024). Rindang pepohonan memayungi delapan pekerja yang beristirahat sejenak. Sore itu, mereka membersihkan semak belukar yang menutupi kolam Sangkar Ikan di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Kolam seluas 3.737 meter persegi itu diidentifikasi sebagai kolam kuno. Banyak ditemukan fragmen bata merah dan keramik di sekitarnya. Lokasinya berjarak sekitar 100 meter dari Candi Kedaton, salah satu situs di KCBN Muarajambi.

Baca juga: Pemugaran Muarajambi Rampung September, Banyak Temuan Baru Terungkap

Semula, revitalisasi kolam Sangkar Ikan hanya sebatas pembersihan vegetasi. Namun, pekerja menemukan struktur bata di salah satu sudut kolam. Setelah digali, terdapat susunan bata bertingkat yang diindikasikan sebagai anak tangga.

Warga menggunakan perahu menyusuri Sungai Berembang yang bermuara ke Sungai Batanghari di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, Jambi, Rabu (10/7/2024).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Warga menggunakan perahu menyusuri Sungai Berembang yang bermuara ke Sungai Batanghari di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, Jambi, Rabu (10/7/2024).

”Yang terlihat (struktur bata) baru dua tingkatan. Perlu penggalian lebih lanjut untuk melihat keseluruhan strukturnya. Kami belum bisa menyimpulkan fungsi utama dari kolam ini pada peradaban di masa lalu,” ujar arkeolog revitalisasi kolam Sangkar Ikan, Rian Indra Eftritianto (28).

Di salah satu sisi kolam terdapat permukaan tanah yang cekung. Bentuknya memanjang. Alur ini diduga terhubung dengan kanal yang terkoneksi dengan candi-candi di Muarajambi.

Baca juga: Menebalkan Jejak Tradisi Bahari di Muarajambi

KCBN Muarajambi seluas 3.981 hektar memiliki 115 situs percandian dan menjadi situs Buddha terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan hasil penanggalan karbon dari temuan terbaru, peradaban di sana diperkirakan berdiri pada abad ke-6 dan setidaknya bertahan hingga abad ke-13.

Gapura sejumlah candi terletak di dekat jalur air. Bahkan, beberapa situs, seperti Candi Parit Duku, Candi Astano, dan Candi Sialang, dikelilingi oleh parit. Sementara situs lainnya, seperti Candi Kedaton dan Candi Kotomahligai, dilalui oleh kanal kuno.

Aliran parit yang ditemukan di dalam area penelitian pemugaran Candi Sialang di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi di Desa Kemingking Luar, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (9/7/2024).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Aliran parit yang ditemukan di dalam area penelitian pemugaran Candi Sialang di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi di Desa Kemingking Luar, Kecamatan Taman Rajo, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (9/7/2024).

Iklan

”Jaringan air ini saling menghubungkan antarcandi. Kalau melihat indikasi lingkungan sekitarnya, akses transportasi pada peradaban itu memang lewat air. Meskipun saat musim kering mungkin juga menggunakan jalur darat,” ujar Koordinator Revitalisasi Kanal dan Kolam Kuno KCBN Muarajambi Christina Novitri Andarsih.

Kanal dan kolam kuno di KCBN Muarajambi telah diidentifikasi sejak lama. Sebagian besar sudah tidak berfungsi. Beberapa di antaranya telah tersedimentasi dan menjadi daratan. Alirannya pun mengering. Beberapa lokasi dimanfaatkan sebagai ladang atau kebun.

Revitalisasi kanal dan kolam dibutuhkan untuk mengungkap jejak aktivitas manusia di sana. Temuan-temuanya dapat mendukung narasi peradaban yang lebih utuh.

Novitri menuturkan, revitalisasi kanal dan kolam kuno pada tahun ini difokuskan pada tiga kolam dan dua kanal. Ketiga kolam itu adalah Sangkar Ikan, Kedaton, dan Telago Rajo 2, sementara dua kanal yang direvitalisasi adalah Buluran Tiang dan Parit Buluh.

Selain sebagai tempat peribadatan dan pembelajaran, Muarajambi layaknya ’Kota Kanal’ yang meninggalkan jejak keagungan peradaban.

”Sebelumnya, kami juga menemukan tonggak-tonggak sebagai tempat tambatan perahu di Parit Johor. Ini memperkuat indikasi bahwa air dipakai sebagai jalur transportasi,” katanya.

Revitalisasi tersebut melibatkan kajian dari berbagai bidang keahlian, seperti biologi, arkeologi, dan geologi. Tenaga ahli biologi berfokus pada pembersihan vegetasi untuk menentukan tanaman yang boleh ditebang.

Sementara arkeolog menangani temuan-temuan, seperti fragmen dan struktur, di kawasan itu. Adapun ahli geologi berperan mengkaji lapisan tanah dan budaya yang mengindikasikan ada tidaknya aktivitas manusia.

Tata kawasan

KCBN Muarajambi tidak hanya menyuguhkan struktur candi-candi berbahan terakota yang mengagumkan. Peradaban di sana juga menunjukkan rancangan tata kawasan yang disesuaikan dengan lingkungan di sekitarnya.

https://cdn-assetd.kompas.id/mqZZpsGSFsv6U7iiMd_Xnc_SOm0=/1024x972/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F07%2F11%2Fd5450e8a-463d-4521-a7fb-c9804cb2b128_png.png

Kawasan percandian tersebut berada di kawasan hutan dan rawa. Lokasinya yang terletak di tepi Sungai Batanghari juga membuatnya rawan banjir saat musim hujan.

Novitri menyebutkan, kanal dan kolam kuno bukan hanya menjadi jalur transportasi, melainkan juga bisa dimanfaatkan sebagai pengendali banjir. Air di kawasan itu mengalir melalui kanal-kanal dan terkoneksi dengan sungai-sungai yang bermuara ke Sungai Batanghari.

”Ini menunjukkan peradaban masa itu bisa merancang kawasan yang begitu besar di lokasi yang punya potensi banjir. Jadi, selain aksesibilitas, jalur air punya fungsi lain untuk melindungi kawasan itu,” tuturnya.

Lewat revitalisasi, misteri peradaban Muarajambi mulai terungkap satu per satu. Selain sebagai tempat peribadatan dan pembelajaran, Muarajambi layaknya ”Kota Kanal” yang meninggalkan jejak keagungan peradaban.

Editor:
ADHITYA RAMADHAN
Bagikan