logo Kompas.id
HumanioraMembangun Museum KCBN...
Iklan

Membangun Museum KCBN Muarajambi sebagai Jendela Budaya

Peradaban Muarajambi bisa menginspirasi untuk menjadikannya sebagai pusat pendidikan dalam konteks kekinian.

Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
· 4 menit baca
Warga sekitar Muaro Jambi tengah latihan untuk prosesi Tegak Sako di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Selasa (4/6/2024). Prosesi Tegak Sako (Peletakan Batu Pertama) menandai mulainya pembangunan Museum KCBN Muarajambi yang akan digelar, Rabu (5/6/2024),
KOMPAS/EDDY HASBY

Warga sekitar Muaro Jambi tengah latihan untuk prosesi Tegak Sako di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Selasa (4/6/2024). Prosesi Tegak Sako (Peletakan Batu Pertama) menandai mulainya pembangunan Museum KCBN Muarajambi yang akan digelar, Rabu (5/6/2024),

MUARO JAMBI, KOMPAS — Pembangunan museum di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi dimulai dengan prosesi adat Tegak Sako di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Rabu (5/6/2024). Museum tersebut bukan sekadar tempat menyimpan artefak, melainkan sebagai jendela budaya sekaligus pusat pengetahuan yang dapat diakses berbagai kalangan.

Pembangunan museum merupakan bagian dari proyek revitalisasi KCBN Muarajambi. Revitalisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini diharapkan mendukung upaya pemajuan kebudayaan dan pembangunan masyarakat di Jambi. KCBN Muarajambi seluas hampir 4.000 hektar mempunyai 115 situs percandian dan lebih dari 3.000 koleksi.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi Agus Widiatmoko mengatakan, pembangunan museum sangat dibutuhkan di kawasan yang pernah menjadi pusat pendidikan Buddha terbesar di Asia Tenggara itu. ”Museum bukan hanya menyimpan kumpulan-kumpulan artefak, melainkan menjadi jendela budaya dan pusat ilmu pengetahuan yang hidup di sini,” ujarnya, Selasa (4/6/2024) sore.

Kebudayaan masyarakat di sekitar KCBN Muarajambi akan ditampilkan di museum tersebut. Kaum perempuan di sana memiliki budaya menganyam daun pandan untuk membuat berbagai produk kerajinan, mulai dari tudung saji, tikar, kembut (tempat menyimpan bumbu dapur), hingga lapik bayi. Namun, tradisi anyaman pandan ini mulai dilupakan oleh generasi muda.

Memajang anyaman pandan tersebut bukan sebatas mendapatkan manfaat ekonomi. Namun, sebagai salah satu upaya menjaga budaya setempat agar tetap lestari lintas generasi.

”Menganyam bukan hanya soal masalah (produk) tikarnya, melainkan ada memori dan nilai-nilai di situ. Hal ini yang akan ditonjolkan dalam museum,” ujarnya.

Baca juga: Meniti Masa Depan Muarajambi

Warga sekitar Muaro Jambi tengah latihan untuk prosesi Tegak Sako di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Selasa (4/6/2024).
KOMPAS/EDDY HASBY

Warga sekitar Muaro Jambi tengah latihan untuk prosesi Tegak Sako di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Selasa (4/6/2024).

Kekayaan budaya lain yang akan ditampilkan dalam museum itu adalah kuliner tradisional. Selain dapat mengembangkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menampilkan pangan lokal juga menjadi jembatan mengenalkan gastronomi lokal.

”Dari sana kita bisa belajar tentang cara membuatnya serta bahan-bahannya yang tersedia di sekitar kawasan candi. Banyak budaya yang bisa dipelajari. Dengan begitu, museum ini akan menjadi museum yang hidup,” katanya.

Agus berharap, museum di kawasan sekitar 25 hektar itu dapat menjadi pusat pengetahuan berbagai bidang ilmu. Hal ini sejalan dengan fungsi KCBN Muarajambi di masa lalu sebagai pusat pendidikan.

Warga setempat bisa menjadi mentor bagi para pengunjung. Kaum ibu, misalnya, mengajar tentang resep masakan lokal dengan bahan makanan dan bumbu yang berasal dari lingkungan setempat. Masyarakat di sana juga masih memiliki budaya membuat alat ikan tangkap ramah lingkungan sehingga sejalan dengan pelestarian alam.

Menurut Agus, peradaban Muarajambi di masa lalu bisa menginspirasi untuk menjadikannya sebagai pusat pendidikan dalam konteks kekinian. ”Dalam pendidikan, kita tidak mesti selalu mengadopsi dunia barat. Kita juga punya kearifan lokal yang mengandung banyak pengetahuan. Ini yang akan dimaksimalkan,” katanya.

Warga sekitar Muaro Jambi tengah latihan untuk prosesi Tegak Sako di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Selasa (4/6/2024).
KOMPAS/EDDY HASBY

Warga sekitar Muaro Jambi tengah latihan untuk prosesi Tegak Sako di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Selasa (4/6/2024).

Iklan

Desa penyangga

KCBN Muarajambi terletak di delapan desa di sekitar Sungai Batanghari yang menjadi desa penyangga kompleks situs tersebut. Kedelapan desa itu adalah Muaro Jambi, Danau Lamo, Kemingking Luar, Kemingking Dalam, Dusun Baru, Tebat Patah, Dusun Mudo, dan Teluk Jambi.

Kepala Desa Danau Lamo Ismail Ahmad menuturkan, pembangunan museum diharapkan memanggungkan budaya lokal sehingga tetap lestari dan dikenal lebih luas. ”Jadi, budaya kami tidak hilang dan bisa dilihat banyak orang. Dengan begitu, museum ini bisa mengangkat kebudayaan yang mungkin mulai dilupakan,” ujarnya.

Tradisi membuat lapik bayi, misalnya, kurang diminati generasi muda. Nuraini (52), perajin anyaman pandan, mengatakan, dulunya remaja perempuan di desa itu sangat antusias belajar membuat lapik bayi dan anyaman pandan lainnya dari ibu atau nenek mereka.

Setiap pola dan warna anyaman mempunyai makna tertentu. Pada bagian tepi lapik bayi, misalnya, selalu diberi jahitan kain berwarna merah dan biru. ”Warna merah melambangkan keberanian dan biru melambangkan lautan. Kata orangtua kami, dalam lapik itu ada doa para ibu agar anaknya punya keberanian dan ilmu seluas lautan,” ujarnya.

Peradaban Muarajambi di masa lalu bisa menginspirasi untuk menjadikannya sebagai pusat pendidikan dalam konteks kekinian.

Pada Selasa sore, sejumlah warga menggelar gladi bersih Tegak Sako (seperti peletakan batu pertama) pembangunan Museum KCBN Muarajambi. Prosesinya diawali dengan ritus Tegak Tiang Tuo atau peletakan tiang pertama yang akan dilakukan oleh para kepala desa penyangga kawasan cagar budaya tersebut.

Dalam proses ini terdapat peletakan cecokot yang terdiri dari emas, perak, serbuk besi, tapak kuda, dan sawang angin. Emas melambangkan cahaya dan rezeki, perak melambangkan kemakmuran, serbuk besi melambangkan kekuatan tekad, tapak kuda melambangkan kekuatan dalam bergotong royong, serta sawang angin melambangkan kesejukan.

Setelah prosesi Tegak Sako pembangunan Museum KCBN Muarajambi, akan digelar diskusi kelompok terarah tentang revitalisasi KCBN Muarajambi. Diskusi ini akan dihadiri oleh berbagai pihak, di antaranya pejabat dari Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Pemerintah Provinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, kepala desa, akademisi, perwakilan masyarakat, media, dan lainnya.

Baca juga: Revitalisasi KCBN Muarajambi Diselaraskan dengan Pelestarian Ekosistem

Kompleks Candi Kedaton di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (7/5/2024).
KOMPAS/EDDY HASBY

Kompleks Candi Kedaton di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, Jambi, Selasa (7/5/2024).

Pemugaran 45 persen

Dalam proyek revitalisasi dilakukan pemugaran empat situs candi, yaitu Candi Kotomahligai, Candi Parit Duku, Menapo Alun-alun, dan Candi Sialang. Pemugaran dilakukan sejak Maret lalu dengan melibatkan pekerja dari masyarakat setempat.

”Progresnya sekitar 45 persen. Ditargetkan selesai pada Oktober 2024,” ujar Agus.

Ia mengatakan, revitalisasi Muarajambi turut mengungkap bukti-bukti baru terkait eksistensi peradabannya. ”Dulu perkiraan kita peradaban di sini mulai abad ke-7. Namun, dari sisa arang yang terakhir ditemukan, hasil penanggalan karbon menunjukkan itu dari abad ke-6,” ujar Agus.

Tim peneliti tengah bekerja di Candi Alun Alun di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Desa Muaro Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Rabu (8/5/2024).
KOMPAS/EDDY HASBY

Tim peneliti tengah bekerja di Candi Alun Alun di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi, Desa Muaro Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Rabu (8/5/2024).

Dalam ekskavasi, para pekerja harus berhati-hati dalam menggali agar tidak memutus akar pohon yang tumbuh di sekitarnya. Penggalian memang diperlukan untuk mengungkap struktur, tetapi pelestarian alam di sekitarnya tidak boleh diabaikan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid menyampaikan, revitalisasi KCBN Muarajambi menjadi yang terbesar kedua di Indonesia setelah pemugaran Candi Borobudur di Jawa Tengah pada 1973. Revitalisasi ini diharapkan mendukung pemajuan kebudayaan dan pembangunan masyarakat di Jambi.

Editor:
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Bagikan