Seabad Perkumpulan Strada Menghidupi Nilai-nilai Kemanusiaan
Perkumpulan Strada terus berupaya mewujudkan sekolah modern yang berakar pada budaya dan menghidupi nilai kemanusiaan.
Selama satu abad mencetak generasi bangsa, Perkumpulan Strada terus berupaya untuk berbakti pada negara demi mewujudkan sekolah modern yang berakar pada budaya dan menghidupi nilai-nilai kemanusiaan. Jalan untuk mencapai hal tersebut tidak mudah, tetapi mereka percaya semua tantangan bisa dilalui.
Dunia pendidikan hari ini terus menemui tantangan yang beragam. Begitu pula dengan Perkumpulan Strada yang dituntut untuk terus beradaptasi dengan zaman. Maka, Ketua Perkumpulan Strada Romo Josephus Ageng Marwata berharap agar semua warga sekolah menyesuaikan diri tanpa meninggalkan nilai-nilai Strada.
Sivitas akademika Strada diharapkan menjadi pribadi yang peduli dengan sesama alias cura personalis. Para murid diajak untuk belajar dan berpikir kritis sebelum nantinya berani mengambil sikap. Sebab, tanpa itu, murid hanya akan sekadar lulus dari sekolah.
”Saya harap suatu ketika kita (pendidik) akan sanggup untuk mendampingi murid menemukan yang terbaik dari dirinya dengan talenta dan pribadi yang khas. Mereka bukan gerombolan, mereka anak Tuhan yang diciptakan secara unik, dan kita bertugas membuka pintu mereka,” kata Romo Ageng Marwata dalam seminar HUT Ke-100 Perkumpulan Strada, Senin (20/5/2024).
Perkumpulan Strada berdiri di tengah kota besar yang menawarkan banyak hal. Dengan pendekatan pedagogi reflektif, sivitas akademikanya tidak mudah hanyut dalam tawaran seperti konsumerisme, hedonisme, dan sekularisme.
Dalam menghadapi perkembangan zaman, Perkumpulan Strada juga dituntut untuk terus berinovasi dengan mempertahankan karakter kecerdasan yang tinggi, integritas, dan kemampuan untuk bertahan dalam kesulitan. Dengan demikian, guru Strada bukan hanya pengajar, melainkan pembimbing murid dalam menentukan masa depannya.
Hal ini tidaklah mudah, tetapi pemikiran yang terbuka untuk beradaptasi dengan zaman harus terus ditanamkan dalam diri guru dan para murid Strada. ”Tidak semuanya bisa kita kuasai, tetapi banyak rekan yang bisa membantu kita,” ujar Romo Ageng.
Yuda Turana, Rektor Universitas Atma Jaya Jakarta, mengungkapkan, sekolah hari ini harus beradaptasi dengan modernitas agar menciptakan generasi emas 2045. Modernitas yang diharapkan adalah sesuatu yang bisa menjawab tantangan tentang sumber daya alam, kemajuan teknologi, perubahan iklim, dan perubahan geopolitik.
Perubahan di zaman sekarang hampir tidak bisa dibendung. Sumber pangan semakin langka, air dan energi kian terkuras, pertumbuhan penduduk kian padat, dan pertumbuhan ekonomi kelas menengah terus menghadapi tantangan. Menyikapi hal ini, generasi sekarang harus dipersiapkan dengan nilai-nilai spiritualitas, unggul, profesional, dan peduli.
”Uniknya, saat proses otak ini menjadi degeneratif, yang melindungi otak itu cuma satu, yakni kalau spiritualitasnya yang tinggi, mau apa pun latar (belakang)nya. Karena pada akhirnya kehidupan saat kita lanjut usia, pasangan menghilang, pekerjaan menghilang, kalau spiritualitasnya rendah itu kualitas otaknya akan rendah,” kata guru besar ilmu neurologi ini.
Baca juga: Pendidikan Kontekstual Butuh Komitmen Semua Pihak
Direktur Perkumpulan Strada Romo Odemus Bei Witono menegaskan, murid Strada harus menumbuhkan pola pikir edukatif, seperti belajar sepanjang hayat, mengolah rasa, dewasa dalam berpikir dan bertindak, serta memahami orang berdasarkan pendekatan humanis. Terlebih mereka berada di kota besar dengan perubahan yang serba cepat.
Tangan-tangan pendidiknya juga harus andal dengan lembaga yang sehat, berkualitas, personalia, keuangan, dan sarana-prasarana yang tertata; serta mampu menjawab kebutuhan zaman. Dengan bekal tersebut, niscaya sivitas akademika Strada bisa menjawab tantangan modernitas tanpa meninggalkan akar budayanya.
Perkumpulan Strada menekankan pengajaran paradigma pedagogi reflektif pada setiap warga sekolahnya. Pendekatan ini melibatkan subyek pembelajar untuk mampu menemukan makna dari pengalaman berdasarkan nilai-nilai yang dikembangkan dari nilai-nilai kemanusiaan.
”Kota besar tentu menawarkan banyak hal, dengan pendekatan ini dia tidak mudah hanyut dalam tawaran seperti konsumerisme, hedonisme, sekularisme, dan sebagainya yang menjebaknya pada arus. Dan nilai ini harus dihidupi sampai akhir hayat,” kata Romo Bei Witono, Rabu (22/5/2024).
Baca juga: Penggerak (Tidak) Elitis
Perkumpulan Strada berdiri sejak 1924. Pada waktu itu, Pastor Josephus Wilhelmius Maria Wubbe SJ mengajak dan mendesak kedua rekannya, yakni Pastor A Van Hoof SJ dan Pastor J Van Rijckevorsel SJ, di Vikariat Apostolik Batavia untuk mendirikan Strada Vereeniging (Perkumpulan Strada). Pendirian ini dipantik oleh politik etis yang digerakkan Pemerintah Hindia Belanda sejak 1901 untuk memajukan pendidikan.
Tiga pastor yang dikenal dengan julukan ”Tiga Serangkai” itu memilih vereeniging (perkumpulan), bukan stichting (yayasan) karena dengan berbentuk perkumpulan, maka kedudukan Strada lebih kuat dalam pemerintahan Hindia Belanda dibandingkan dengan yayasan. Di samping itu, perkumpulan bukan menjadi obyek, melainkan subyek atas hak milik tanah dan bangunan, sementara yayasan tidak demikian.
Saat ini, setelah 100 tahun berlalu, Perkumpulan Strada memiliki 24.520 murid dari jenjang taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah kejuruan (SMK) yang dibimbing oleh 1.451 guru dan tenaga kependidikan. Lembaga pendidikan Katolik milik Keuskupan Agung Jakarta ini memiliki 74 sekolah yang tersebar di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.
Kini, Strada memiliki total 1.451 karyawan yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan. Di Strada, pembinaan dan pendampingan terhadap guru sangat diperhatikan sebagai langkah antisipasi terhadap tuntutan zaman di masa depan.
Dari sebanyak 1.100 pendidik, menurut Romo Bei Witono, pada tahun 2034 diharapkan ada 10 pendidik bergelar Doktor, serta 475 guru yang telah meraih gelar Master. Saat ini, ada 138 karyawan yang sudah lulus, maupun masih dalam proses pendidikan lanjut di tingkat S-2 dan S-3 khususnya dalam bidang pendidikan dan manajemen sekolah..