logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊPrioritaskan Upaya Pemulihan...
Iklan

Prioritaskan Upaya Pemulihan Anak Terpidana

Menjadi anak tahanan dan narapidana membuat anak yang berkonflik dengan hukum tidak diterima masyarakat. Ketika sudah selesai menjalani hukuman, mereka masih sering ditolak baik keluarga maupun lingkungannya.

Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR, STEPHANUS ARANDITIO,, SEKAR GANDHAWANGI, NINO CITRA ANUGRAHANTO, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Β· 1 menit baca
Seorang anak yang berkonflik dengan hukum (ABH), NZR (17, kiri), mengikuti kelas keterampilan otomotif di Sentra Handayani, Jakarta Timur, Jumat (25/8/2023). Sentra Handayani adalah lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial (LPKS) yang dikelola Kementerian Sosial. Salah satu layanan sentra ialah memberikan rehabilitasi sosial ke ABH.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI

Seorang anak yang berkonflik dengan hukum (ABH), NZR (17, kiri), mengikuti kelas keterampilan otomotif di Sentra Handayani, Jakarta Timur, Jumat (25/8/2023). Sentra Handayani adalah lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial (LPKS) yang dikelola Kementerian Sosial. Salah satu layanan sentra ialah memberikan rehabilitasi sosial ke ABH.

JAKARTA, KOMPAS – Masa depan anak-anak yang berkonflik dengan hukum harus menjadi perhatian semua pihak. Perlu ada upaya bersama untuk melepaskan stigma anak nakal dan anak bermasalah yang hingga kini begitu kuat melekat pada anak-anak tersebut.

Perhatian khusus pada anak-anak yang terkena pidana sangat penting. Selain memastikan mereka tidak terjerumus kembali melakukan kejahatan, pemerintah, masyarakat, dan keluarga, serta seluruh pemangku kebijakan harus membantu mereka melanjutkan hidup, menggapai cita-cita dan meraih masa depan yang lebih baik.

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan